REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengaruh kelompok militan ISIS belakangan kian di sebagian masyarakat Indonesia. Khususnya, setelah diketahui ada sejumlah warga negara Indonesia yang tertarik untuk bergabung dengan ISIS. Bahkan, mereka sampai berupaya menembus masuk ke Suriah.
Menurut Wakil Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (NU) Asad Said Ali, ISIS menggunakan bahasa agama untuk merebut simpati kaum Muslim sedunia. Ditambah dengan kecanggihan teknologi informasi, terutama internet, kata dia, kelompok kekerasan tersebut menyebarkan penafsiran tunggal mengenai ajaran agama Islam. Khususnya, yang berkaitan dengan jihad.
"ISIS bagi saya hanya suatu ujung tombak supaya perlawanan jadi hebat. Dikasih doktrin agama. Padahal, ada konflik politik," kata Asad dalam sebuah diskusi di Universitas Bhayangkara, Jakarta pada Jumat (10/4).
Asad menjelaskan, sebagaimana Alqaeda, ISIS pun mesti dilihat dari perspektif geopolitik yang luas. Misalnya, untuk melancarkan aksi kekerasan di Irak dan Suriah, kata Asad, ISIS pasti membutuhkan suplai persenjataan. Lantas, dari mana kelompok ini memperolehnya?
"Mana mungkin ISIS dapat senjata kalau tidak masuk ke Turki. Turki, (salah satu anggota) NATO. Jadi ya itu, konspirasi," ujar mantan wakil kepala BIN tersebut.
Karenanya, lanjut Asad, NU meminta kepada pemerintah untuk peka akan informasi semacam ini. Sehingga, pemerintah Indonesia dapat mengatasi persoalan kemungkinan rekrutmen ISIS di Indonesia secara lebih terarah. "Itulah diplomasi kita juga mesti tahu yang seperti ini. Supaya punya pijakan ke mana kita akan menuju," ujar Asad.