Jumat 17 Apr 2015 16:35 WIB

Jokowi Diminta Telaah Kebijakan SVLK

Rep: c85/ Red: Satya Festiani
Proyeksi Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Proyeksi Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam isu tata kelola kehutanan menyerukan kepada  Presiden Jokowi untuk  mempertahankan kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) serta berhati-hati dalam menerima informasi yang disampaikan oleh beberapa pihak terkait dengan hal ini.

Sebelumnya pada hari Rabu (8/4), Sunoto, Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) seusai menghadap Presiden Jokowi menyatakan bahwa Presiden setuju SVLK dicoret karena sampai ke pengrajin kecil akan merepotkan. "Akhirnya presiden setuju SVLK tidak diberlakukan untuk mebel dan kerajinan, tapi untuk hulu," kata Sunoto kala itu. Ia menambahkan bahwa  Jokowi menjanjikan akan menganulir kebijakan SVLK secepatnya dan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel akan mendapatkan tugas untuk memprosesnya.

Mardi Minangsari dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) meminta Presiden Jokowi untuk menelaah lebih dalam dan bijak persoalan ini. Persoalan SVLK ini juga harus dikomunikasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan para pihak terkait lainnya.

"Harus jelas pada bagian mana dari SVLK yang menghambat dan bukan berarti serta-merta dihapus begitu saja. Pemerintah mestinya lebih proaktif memfasilitasi layanan SVLK bagi dunia usaha kecil dan menengah dan bukan berarti jika belum mampu lalu dihapuskan. Ini fatalis namanya," jelas Mardi, Jumat (17/4).

Mardi menyebut, Presiden Jokowi harus memiliki visi yang lebih panjang. Mardi menilai jika kebijakan ini dihapuskan banyak kalangan justru khawatir bahwa tujuan SVLK tidak akan tercapai, yaitu untuk menertibkan tata kelola usaha kayu sehingga dapat menekan illegal logging dan sekaligus meningkatkan daya saing dunia usaha. "Terutama di pasar internasional," ujarnya.

Mardi melanjutkan, kesulitan yang dihadapi oleh industri kecil menengah mebel untuk memperoleh SVLK sebenarnya lebih disebabkan karena kesulitan dalam memperoleh berbagai izin usaha sebelum proses SVLK.  Pemerintah dan dunia usaha harus mengakui bahwa ini merupakan halangan yang bersifat umum yang dihadapi dunia usaha pada umumnya karena kerumitan proses perizinan terutama di tingkat lokal. Menurutnya, tidak tepat bila pernyataan pencabutan SVLK didasarkan pada alasan ini karena proses perizinan yang sulit dan cenderung mahal bukan merupakan proses SVLK.  “Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan harus  berperan membantu pelaksanaan SVLK, melalui reformasi sektor perizinan dan pemberian dukungan pada IKM, bukan malah melemahkannya," lanjutnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement