REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil menolak dengan tegas wacana pencalonan Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan sebagai Wakil Kepala Polisi Republik Indonesia (Wakapolri) dan pejabat publik lainnya. Usai gagal menjadi Kapolri lantaran pencalonannya dibatalkan Presiden Joko Widodo, nama Budi Gunawan kembali mencuat sebagai kandidat kuat sebagai Wakapolri.
Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Jakarta, dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lainnya menilai, dalam memilih pejabat publik, pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo harus memperhatikan dua hal. Pertama, pemilihan pejabat publik itu tidak didasarkan pada politik dagang sapi atau politik balas budi.
''Jangan karena BG gagal menjadi Kapolri, kemudian BG mendapat posisi sebagai Wakapolri atau jabatan publik lainnya,'' kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring ICW, Emerson Yuntho kepada wartawan di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Selasa (21/3).
Kedua, lanjut Emerson, harus bisa dipastikan pejabat publik yang nantinya dipilih tidak bermasalah atau berpotensi menimbulkan masalah. Secara integritas, BG dianggap tidak layak menjabat sebagai Wakapolri, Kepala BIN, ataupun pejabat publik lainnya.
Status BG sebagai tersangka kasus korupsi suap dan gratifikasi tidak bisa diabaikan begitu saja. Meski saat ini kasus tersebut tengah dilimpahkan dari Kejaksaan Agung ke Bareskrim Polri, namun perkara korupsi itu bisa dibuka sewaktu-waktu.
''Kasus itu bisa dibuka sewaktu-waktu. Ini yang akan menjadi masalah. Karena itu, pemilihan pejabat publik itu nantinya justru akan mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi-JK,'' tutur Emerson.
Selain itu, Emerson menilai, jika BG terpilih sebagai Wakapolri, maka dikhawatirkan bakal ada 'matahari kembar' di jajaran kepemimpinan Kepolisian. Pasalnya, BG dianggap memiliki anak buah yang loyal, begitu pula Komjen Badrodin Haiti yang baru terpilih sebagai Kapolri. ''Kondisi ini justru tidak menguntungkan bagi Polri dan pastinya akan menganggu soliditas atau membuka kemungkinan perpecahan di institusi Polri,'' ujar Emerson.
Sementara, Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya LBH Jakarta, Al Ghifari, pernyataan sikap penolakan BG dari Koalisi Masyarakat Sipil ini merupakan upaya untuk mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak memilih BG menempati jabatan publik. Terlebih, Jokowi telah melakukan pencabutan pencalonan BG sebagai Kapolri setelah adanya putusan pra peradilan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan.
Untuk itu, Presiden pun diminta untuk konsisten. Terlebih, salah satu Komisioner dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga menolak pencalonan BG sebagai Wakapolri. ''Kami patut menduga, BG adalah aktor dibalik kriminalisasi KPK, aktivis anti korupsi, dan bahkan sejumlah akademisi,'' kata Al Ghifari.
Senada, Koordinator KontraS, Haris Azhar menilai, ada upaya yang tidak berhenti dari BG untuk bisa naik dan mendapatkan jabatan. Hal ini tidak terlepas dari adanya upaya balas budi yang diharapkan BG dari pemerintahan Jokowi-JK. Kondisi ini menyimpan bahaya buat insitusi kepolisian, terutama memiliki pemimpin yang lebih mementingkan motif politik.
Haris pun menyebut, secara etika sebaiknya BG mengundurkan diri dari semua proses pencalonan pejabat publik apapun, termasuk Wakapolri. ''Etikanya kalau dia tahu banyak penolakan, harusnya dia mengundurkan diri. Biar setengah Polri mendukung dia, tapi ada kontroversi besar yang mengikutinya, maka lebih baik mundur saja,'' ujar Haris.