REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penggunaan alat tangkap ikan yang merusak lingkungan dilarang pemerintah. Berdasarkan peraturan pemerintah, beberapa jaring tidak diperbolehkan digunakan.
Adanya kasus pembakaran jaring pukat harimau oleh nelayan di Pangandaran, membuat Dinas Perikanan Jabar akan memperketat pengawasan dan izin melaut.
"Kami tak akan memberikan izin melaut ke nelayan yang masih menggunakan alat yang dilarang," ujar Kepala Dinas Perikanan Jabar, Jafar Ismail kepada Republika, Rabu (22/4).
Jafar mengatakan, setiap nelayan yang akan melaut harus mengantongi izin dari syahbandar. Izin itu, tak akan dikeluarkan kalau nelayannya masih menggunakan jaring atau peralatan yang merusak lingkungan.
Karena, dalam Permen No 2/2015 semua peralatan itu dilarang. Kalau ada yang melanggar akan diberikan sanksi. Yakni, dari mulai denda sampai penjara. "Sanksinya, denda sampai Rp 2 miliar," katanya.
Jafar mengatakan, yang mengawasi aturan tersebut adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Namun, kalau sudah melaut yang memeriksa kelengkapan izin melaut salah satunya Polair.
Terkait dengan kasus pembakaran jaring pukat harimau di Pangandaran, Jafar mengatakan, hal itu terjadi karena nelayan menemukan masih ada pelaut yang menangkap ikan dengan menggunakan kurzein (jaring yang berlubang kecil) Sebenarnya, alat itu diperbolehkan tapi ada yang menggunakan mata jaring setengah inci. Jadi, jaring itu sangat rata dan ikan kecil bisa ketangkap.
"Nelayan Pangandaran yang di pantai merasa tidak ada ikan karena kurzein masih operasional," katanya