Rabu 29 Apr 2015 15:25 WIB

'Deforestasi itu Jahat'

Deforestasi Hutan di Papua
Foto: ANTARA FOTO
Deforestasi Hutan di Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati lingkungan hidup Wimar Witoelar mengecam tindakan penebangan hutan, dan mendukung moratorium pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.

"Deforestasi itu jahat. Moratorium itu bagus. Moratorium tidak boleh berhenti dan terus diperkuat," kata Wimar saat menghadiri peluncuran hasil analisis kebijakan moratorium di Jakarta, Rabu (29/4).

Ia menilai, hasil analisis yang dikeluarkan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Kemitraan (Partnership) itu, sangat bermanfaat bagi masa depan hutan di Indonesia.

"Deforestasi dan degradasi itu memang tidak boleh terjadi. Hasil analisis kebijakan ini sangat baik untuk masa depan hutan kita," kata pendiri Yayasan Perspektif Baru itu.

Analisis kebijakan moratorium tersebut dilakukan Walhi dan Kemitraan di empat wilayah yang mencakup Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah.

Dalam kajian kebijakan moratorium itu, salah satu isu utama yang diperhatikan adalah keberadaan hutan primer, serta keberadaan lahan gambut dari ancaman konversi dan perusakan alam.

Ketua tim peneliti sekaligus tim ahli Kemitraan, I Nengah Surati Jaya, mengatakan bahwa untuk melindungi hutan alam primer serta keberadaan lahan gambut, pemerintah dalam kebijakan moratorium mengeluarkan penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan (PIPPIB).

Ia mengatakan bahwa sejak diterbitkan, PIPPIB mengalami pengurangan luas hutan gambut yang sangat signifikan, yaitu 914.067 hektare lahan gambut dan 66.398 hektare hutan alam primer.

Oleh karena itu, lanjutnya, kebijakan penundaan izin baru serta perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut perlu dilanjutkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi upaya perbaikan serta pemulihan demi terciptanya tata kelola hutan dan lahan yang lebih baik.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement