REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Reshuffle kabinet Jokowi-JK dinilai pengamat tidak signifikan, jika tetap mempertahankan Menteri BUMN Rini Soemarno. Melemahnya perekonomian Indonesia terjadi karena BUMN tidak mampu menopang pertumbuhan perekonomian dengan baik.
"BUMN itu seharusnya menopang perekonomian nasional yang memburuk, bukan pasif atau malah ikut berpartisipasi terhadap memburuknya ekonomi nasional," kata pengamat politik Universitas Jayabaya Igor Dirgantara kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/5).
Menurut Igor, Menteri Rini seharusnya menjadi gerbong utama dalam barisan resuffle menteri kabinet Jokowi. "Kalau Jokowi-JK melakukan reshuffle tanpa Rini Soemarno itu sama saja bohong," kata Igor.
Dia menyatakan, masalah ekonomi yang lesu timbul karena Jokowi dinilai terlalu lemah menerima masukan-masukan dari tim kabinet ekonominya. “Bisa jadi karena Jokowi terpaksa membuat kebijakan-kebijakan tidak populer demi kepentingan oknum tim ekonomi yang tidak bertangggung jawab,” kata Igor.
Dalam konteks itu, menurut Igor, Menteri Rini dinilai turut bertanggung jawab karena turut mendukung kebijakan kenaikan BBM, yang seharusnya subsidi BBM dialokasikan untuk pendidikan, ternyata diarahkan ke BUMN.
Menteri Rini yang memiliki kedekatan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga memiliki pengaruh besar di pemerintahan karena memasukkan banyak menteri, saat ia memegang kendali Rumah Transisi. "Ini memprihatinkan, karena Jokowi sepertinya terpenjara oleh lingkarannya sendiri," kata Igor.
Igor menambahkan, opsi reshuffle iu penting untuk menjaga keseimbangan dan popularitas Presiden Jokowi di mata publik yang dipersepsikan semakin merosot. "Reshuffle kabinet kerja nanti harus menempatkan 'the right man on the right place, dan menihilkan menteri yang punya 'hidden agenda' sehingga program Nawa Cita bisa segera diimplementasikan secara benar," katanya.