REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai terpilihnya kembali Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, menunjukan jika partai pemenang Pemilu 2009 itu telah gagal melakukan proses kaderisasi.
Terlebih menurutnya dalam proses pemilihan ketua umum, tak ada satu pun kader yang bertarung dengan SBY, dan mantan Presiden ke-6 RI itu dipilih secara aklamasi.
"Hal ini menunjukan ketidakmandirian Demokrat dan mungkin akan terus bergantung pada SBY," ujarnya kepada Republika, Kamis (14/5).
Ia melanjutkan, yang terjadi dalam Partai Demokrat itu seperti sebuah daur ulang elite. Kembali dipimpin oleh muka lama menggambarkan sebuah kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi.
"Kegagalan itu membuat suksesi tak mampu menghadirkan pelembagaan partai dengan baik," katanya.
Siti menjelaskan, kegagalan itu dinilai dapat merugikan partai, yang notabene adalah merupakan pilar utama demokrasi. Ia mengatakan, kerugian itu terjadi karena adanya stagnasi dalam proses pelembagaan atau institusionalisasi.
Agar partai tetap dapat berjalan dengan baik, Siti berharap agar partai harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Termasuk juga dalam penggodokan kader-kader yang juga merupakan calon pemimpin.
"Kaderisasi harus dilakukan secara serius," ucapnya.
Ia melanjutkan, kaderiasi yang baik dapat menghindari dari terus berprakteknya sistem patronase dan atau patrimonialisme akut yang membuat partai politik di Indonesia tak mampu menjalankan fungsinya sebagai penopang utama demokrasi.
"Saya menilai kongres Partai Demokrat yang keempat kali ini lebih mengekalkan dominasi kekuatan SBY ketimbang proses kontestasi kader," katanya lagi
Ia juga berharap agat Demokrat kemudian tidak dibangun menjadi sebuah partai keluarga diamana seorang ayah yang menjadi ketua umum, anak sebagai sekretaris jenderal (sekjen) serta keteribatan beberapa anggota keluarga lainnya.
Mengenai potensi adanya dualisme pengurusan. Menurut Siti, hinga saat ini masih belum jelas apakah kongres di Surabaya akan memunculkan dualisme kepengurusan.
"Sebab, kubu Gede Pasek dan kaukus penyelamat partai belum menegaskan kemungkinan akan memunculkan sebuah kongres tandingan," tandasnya.