REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar bidang hukum versi Agung Laksono, Lawrence Siburian mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menciptakan ketidakpastian hukum pada Golkar jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Ketidakpastian itu lahir karena KPU telah membuat peraturan soal kepesertaan pemilu. Perturan kepesertaan itu, kata Lawrence, tertuang di PKPU No.9 tahun 2015 pasal 36 ayat 2, yang menerangkan partai politik yang berkonflik harus inkracht (berkekuatan hukum tetap) sebelum mengikuti Pilkada. Padahal menurutnya, KPU tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal itu.
"KPU tidak punya wewenang untuk membuat aturan yang mengatur soal kepesertaan pemilu. Soal kepesertaan itu ada di level undang-undang, bukan KPU," jelas Lawrence pada Republika, Kamis (21/5).
Lawrence menilai KPU telah menabrak Undang-Undang Partai Politik yang sudah jelas menerangan konflik internal partai berakhir di Mahkamah Partai. "Efek PKPU itu juga bisa membubarkan Golkar, karna Golkar terancam tidak ikut pilkada," jelasnya.
Terancamnya Golkar tidak bisa mengikuti Pilkada dikarenakan pasca putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan Ketuam Umum Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie (Ical), kubu Agung Laksono langsung mengajukan banding. Dalam putusan PTUN itu juga dijelaskan Menkumkham harus mencabut Surat Keputusan yang mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.
Lawrence mengatakan putusan PTUN itu tidak bisa dieksekusi dan dilaksanakan karena ada banding dari pihaknya. "Artinay putusan itu belum inkracht. Jadi kami (Golkar kubu Agung) yang berhak ikut Pilkada karena SK Menkumham masih berlaku," terangnya.