REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I Tubagus Hasanudin mengaku tidak setuju dengan pernyataan Panglima TNI Jendera Moeldoko yang menyebut prajurit wanita TNI berjilbab harus bertugas di Nangroe Aceh Darussalam. Hasanudin mengatakan, tidak ada aturan yang melarang prajurit untuk berjilbab.
"Semoga saja itu beliau keceplosan, dimaafkan saja," kata Hasanudin di gedung Kusumo Wicitra, kompleks rumah dinas Wali Kota Blitar, Blitar, Jawa Timur, Sabtu (30/5).
Hasanudin mengatakan, penggunaan jilbab merupakan kepentingan Individu. Politikus PDIP itu pun menyebutkan, tidak ada peraturan di TNI yang melarang perempuan untuk berjilbab. "Kita tidak bisa memaksa orang untuk berjilbab dan tidak bisa melarang orang untuk berjilbab," ujarnya.
Meski begitu, Hasanudin mengatakan, penggunaan jilbab memang harus disesuaikan dengan kondisi prajurit di lapangan. Penggunaan jilbab, lanjutnya, harus dibahas dengan serius karena akan melibatkan tiga angkatan.
"Kalau dari sisi praktisnya bertempur pakai jilbab gimana, kan sampai situ teknisnya, pertimbangannya. Misal, kalau pakai jilbab pakai topeng gas. Secara teknis dibahas masalah seperti itu," kata Purnawirawan TNI bintang dua itu.
Ia pun meminta prajurit wanita TNI yang ingin menggunakan jilbab untuk bersabar menunggu SK Panglima mengenai aturan berjilbab. "Untuk masalah teknis kita serahkan pada panglima dan kepala staf saja," ujarnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan, pihaknya mengakomodasi prajurit wanita TNI untik menggunakan jilbab dalam melaksanakan tugasnya. Namun, pernggunaan jilbab itu hanya diperuntukkan bagi prajurit wanita yang bertugas di Aceh.
"Aturannya sudah kita buat, tak ada larangan. Kalau mau pakai jilbab, tinggal pindah ke Aceh, selesai persoalan," kata Moeldoko di Kodam V Brawijaya, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/5). nC82 (Issha Harruma)