REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepengurusan Golkar versi Ketua Umum Aburizal Bakrie (ARB) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak ragu menerima kepengurusan partainya sebagai pengurus yang sah. Sekertaris Jenderal Golkar, Idrus Marham mengatakan, partainya akan menggugat KPU jika menolak mengakui kepengurusan Golkar yang sah berdasarkan hasil Munas Pekan Baru, Riau 2009.
Menurut Idrus, Pilkada 2015 bisa saja hilang legalitasnya jika keputusan pengadilan dikesampingkan. "Jika KPU pakai otak-nya, keputusan pengadilan kan sudah mengembalikan ke Munas Pekan Baru," kata dia saat ditemui di gedung MPR/DPR RI Jakarta, Rabu (17/6).
Idrus menerangkan, ada dua keputusan pengadilan yang mengesahkan kepengurusan Golkar hasil munas 2009. Pertama keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kedua putusan provisi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Dua keputusan pengadilan tersebut mengamanahkan agar pemerintah mengakui kepengurusan Golkar dengan komposisi kepemimpinan ARB sebagai Ketua Umum dan Agung Laksono sebagai Wakilnya.
Idrus mengakui, putusan PTUN Jakarta belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah karena yang masih dibanding oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan kepengurusan Golkar versi Agung Laksono. Akan tetapi, kata dia, putusan provisi Majelis Hakim PN Jakarta tak bisa dibanding.
Putusan sementara itu sebagai antisipasi kevakuman kepengurusan Golkar yang sedang dipertikaikan oleh ARB dan Agung. Menurut dia, dua putusan pengadilan tersebut punya kekuatan hukum setara Undang-undang yang semestinyaa ditaati oleh Menkumham Yasonna dan KPU sebagai penyelenggara Pilkada 2015.