REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski menuai banyak kecaman, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi. Dengan begitu, per anggota DPR setiap tahunnya akan mendapatkan Rp 20 miliar. Sehingga, per tahun akan ada kucuran dana sebesar Rp 11,2 triliun untuk seluruh 560 anggota DPR.
Terkait itu, diperlukan mekanisme pengawasan agar dana aspirasi tak justru memperluas lahan korupsi. Menurut anggota Badan Pengawas Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi, pihaknya siap mengawasi penggunaan dana aspirasi. Hanya saja, dia mengatakan, sampai kini mekanisme pengawasan belum ditentukan oleh BPK.
"Kami menunggu Juknisnya dulu. Mereka (DPR) harus membuat petunjuk pelaksanaan berikut mekanisme pertanggungjawaban," kata Achsanul Qosasi dalam pesan singkat yang diterima Republika, Kamis (25/6).
Terpisah, juru bicara BPK Yudi Ramdan menambahkan, sampai kini pengawasan dana aspirasi belum memasuki ranah kerja BPK. Ini, sebut Yudi, lantaran BPK baru bisa memeriksa kalau dana aspirasi sudah dicantumkan pada APBN tahun mendatang.