REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri telah mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan serta Menteri Keuangan perihal kekurangan dana pengamanan pemilihan kepala daerah serentak.
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Reydonnyzar Moenek di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat. "Pak Mendagri (Tjahjo Kumolo) sudah menyampaikan dan melaporkan kekurangan biaya pengamanan itu kepada Presiden (Joko Widodo). Hari ini kami (Kemendagri) juga menerbitkan surat kepada Menkopolhukam Tedjo Edy Purdjatno dan Menkeu Bambang Brodjonegoro untuk memberikan solusi terkait hal itu," tutur Reydonnyzar.
Berdasarkan laporan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti kepada DPR, biaya pengamanan untuk pelaksanaan pilkada serentak diperlukan sebesar Rp1,07 triliun. Namun, anggaran yang tersedia hanya Rp 569 miliar.
Sedangkan dana pengamanan yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk 269 daerah tersedia Rp 645 miliar untuk kepolisian, kejaksaan dan aparatur setempat. "Solusi untuk kekurangan dana pengamanan itu nanti akan ada pembahasan dan diputuskan dalam sidang kabinet terbatas," tambahnya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja antara Polri dan Komisi II DPRI RI, Kapolri Badrodin menjelaskan pentingnya pengamanan Polri dalam pelaksanaan pilkada serentak yang untuk pertama kalinya akan diselenggarakan pada Desember mendatang. Dia mengemukakam tingkat kerawanan yang tinggi itu disebabkan oleh berbagai faktor.
"Terkait pilkada, saya merasa akan terjadi kerawanan cukup tinggi, karena berbagai faktor. Karena itu kita (Polri) sudah memetakan kerawanan di setiap wilayah," ucap Kapolri.
Kapolri mengatakan pemetaan masing-masing wilayah rawan itu meliputi kelengkapan perangkat penyelenggara, sejarah konflik pemilu, konflik parpol, potensi konflik oleh calon yang akan maju, karakter masyarakat, dan potensi konflik di masing-masing wilayah.
"Semua sudah kami petakan, mana daerah yang rawan, mana daerah sangat rawan dan mana daerah yang aman," ujarnya.