REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Junimart Girsang tidak setuju dengan wacana pembekalan senjata api kepada penyidik KPK.
Hal tersebut menyusul wacana pemberian senpi kepada penyidik KPK setelah teror yang diterima seorang penyidik Minggu (5/7) malam lalu.
Junimart mengatakan, para penyidik yang merasa terancam seharusnya dapat menghubungi aparat penegak hukum, bukan dengan dibekali senpi.
"Tidak bisa karena negara kita bukan negara darurat. Ini kan negara hukum minta saja pengawasan oleh polisi. Kalau orang memegang senjata ia harus paham memegang senjata," katanya saat dihubungi, Selasa (7/7).
Ia mengatakan, teror tersebut merupakan risiko pekerjaan. Ia meminta para penyidik untuk tidak gentar menghadapi ancaman-ancaman seperti itu.
"Kalau disebut teror sangat relatif. Itu risiko pekerjaan dan tidak perlu takut kalau memang itu benar," ujarnya.
Politikus PDIP itu pun menilai kejadian tersebut sebaiknya tidak langsung disebut sebagai teror. Hal tersebut, menurutnya, dikarenakan sejauh ini aparat kepolisian belum menemukan bukti yang kuat.
"Ini isu karena belum ada bukti. Kok ada wacana penyidik KPK itu akan dibekali oleh senjata. Ini kan seperti negara perang, kan sudah ada pengamanan oleh polisi, menurut saya sudah itu saja," jelasnya.
Sebelumnya, seorang penyidik KPK bernama Apip Julian Miftah menemukan benda mencurigakan menyerupai bom di rumahnya, Minggu (5/7) malam. Polri pun masih menelusuri motif dibalik teror tersebut.
Dalam penyelidikan tersebut, selain mengerahkan Tim Gegana, Polri juga menurunkan Tim Densus 88. "Pak Kapolri sudah memerintahkan Densus 88 untuk menangani kasus itu," kata Kabareskrim Polri Komjen Budi Waseso di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (7/7).