REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Syariah Mandiri (BSM) tengah meninjau produk-produk yang mereka miliki. Ke depan BSM akan fokus pada produk unggulan yang jumlah kepemilikan nasabahnya besar.
Direktur Utama BSM Agus Sudiarto mengatakan, agak berbeda dengan perbankan konvensional, perbankan syariah harus lulus uji kesesuaian syariah di Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI sebelum mengeluarkan produk baru.
Internal BSM sedang meninjau produk-produk yang dimiliki. ''Ada banyak produk tapi tidak dalam. Kami sedang lihat produk yang akan didalami dan menciptakan produk baru yang lebih cocok untuk nasabah saat ini dan masa depan,'' tutur Agus.
Tabungan Mabrur dan Tabungan BSM termasuk produk kuat. DPK tabungan saja mencapai Rp 22 triliun. Kalau dibandingkan perbankan nasional, kata Agus, BSM bisa 10 besar.
''Itu murni tabungan, kalau pun berkurang, itu karena pelunasan dana haji naik. BSM ingin punya produk laku dan dalam (kepemilikan oleh nasabah banyak),'' ungkap Agus.
Ia mencontohkan instrumen lindung nilai (hedging). DSN MUI sudah memberi fatwa, tapi regulator belum punya peraturannya. BSM belum bisa menjalankan meski ada kebutuhan nasabah.
Direktur Bisnis dan Strategi BSM Agus Dwi Handaya menambahkan, instrumen lindung nilai (hedging), fatwa DSN memang sudah. Tapi, BSM masih menunggu aturan dari OJK.
BSM sendiri tidak pasif dan mempersipakan diri sehaingga saat OJK mengeluarkan aturan, BSM bisa segera memasarkan produk itu.''Produk sedang ditinjau, kalau kurang laku, dikurangi dan fokus pada produk unggul,'' kata Agus Dwi.
Saat ini produk pembiayaan 70 persen di murabahah. BSM akan menguatkan skim syariah lain. Apalagi dibanding konvensional, produk pembiayaan syariah lebih variatif.''Ijarah tidak bisa dipakai konvensional. BSM akan fokus juga ke produk ijarah mutahiyah bi tamlik (IMBT),'' kata Agus Dwi.
Sebab, run off murabahah cukup besar sekitar Rp 3 triliun per bulan. Jangka produk murabahah hanya tiga hingga lima tahun karena makin tua run off makin besar.