REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan kondisi udara di Riau tidak begitu baik untuk kesehatan. Hal tersebut terjadi pascakebakaran hutan dan lahan (karhutla) baru-baru ini. Karenanya, kementerian akan terus memantau perkembangan penanganan asap akibat kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan, utamanya di Riau.
"Kami terus memantau, untuk penanganannya kita terus dapat laporan dari pemerintah daerah," ujar Menteri Siti dalam rilis yang diterima pada Senin (13/7).
Ia menerangkan, sejauh ini karhutla di Riau sudah ditangani oleh Pemda dan lembaga lain di antaranya Satgas Pemadam Darat Korem 031 dan Satgas BBKSDA Riau Manggala Agni.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi KLHK, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI AU juga terus menurunkan hujan buatan di Riau dan Sumatera Selatan. Untuk kawasan Riau, hujan buatan dilakukan sejak 22 Juni 2015 hingga 90 hari ke depan. Sebanyak 36,5 ton garam (NaCl) telah ditaburkan ke dalam awan dari pesawat sebanyak 21 kali penerbangan.
Sementara di Sumatera Selatan, hujan buatan diturunkan sejak 9 Juli 2015 dengan cara menabur lima ton garam ke awan. Adapun alokasi untuk hujan buatan di Sumatera dan Kalimantan yakni Rp 40 miliar. Biaya sebagian besar dialokasikan untuk operasional pesawat terbang.
Sebelumnya, pada 7 Juli lalu terjadi potensi karhutla di sejumlah wilayah terutama di Pulau Kalimantan yang mengalami peningkatan hotspot cukup signifikan. "Tapi sejauh ini potensi pengendalian kebakaran tidak sulit," kata Siti.
Berdasarkan data kondisi udara KLHK per Sabtu (11/7), didapati Kota Pekanbaru tepatnya wilayah Panam berada di angka 153 atau tidak sehat dan Rumbai di posisi 97 alias sedang. Sementara untuk Petapahan Kabupaten Kampar dalam kondisi baik di angka 47.