REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Nahdlathul Ulama (NU) seharusnya bisa lebih aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Pasalnya, NU merupakan organisasi terbesar yang berada di negara berpenduduk Islam terbesar di dunia.
Hal itu disampaikan ulama Palestina Syekh Ismail as-Sandawy ketika mengisi dialog dalam Forum Ulama Internasional di kampus Institut Agama Islam Bani Fattah (IAIBAFA), Ponpes Tambak Beras, Jombang, Ahad (2/8).
Sandawi segaja ia ingin hadir di tengah-tengah Muktamar ke-33 NU yang digelar di Jombang, 1-5 Agustus, karena ingin mendorong NU lebih aktif mengampanyekan Palestina. “Palestina negara Timur Tengah terakhir yang belum merdeka. Terlebih, ia negara kaum Muslim. Kami sangat berharap bantuan dari saudara-saudara Muslim kami di seluruh dunia, termasuk dari NU di Indonesia,” ujar Sandawi.
Bantuan NU, menurut Sandawi, bisa diberikan di berbagai sektor, termasuk pendidikan. “Kalau memungkinkan, kami ingin mengirim anak-anak kami yang putus sekolah di pengungsian untuk bisa belajar di pesantren-pesantren NU di sini,” tutur Sandawi.
Sandawi juga mengundang warga Nahdliyin untuk berkunjung ke Palestina. Menurut Sandawi, di antara berbagai konflik yang terjadi negara-negara Timur Tengah, posisi Palestina memiliki kedudukan istimewa.
“Palestina hingga kini masih terjajah. Ini urusan kita semua. Sudah menjadi bagian dari hukum Islam untuk bersama-sama membantu saudara Muslim memerangi penajajah. Khusus di Palestina, saya pikir memerangi penjajah itu adalah gerakan moderat, bukan ekstrimisme. Jihad pun menjadi pantas kalau di Palestina,” kata dia.
Aspirasi ulama Palestina itu tampak menggugah ratusan warga Nahdliyin, mahasiwa dan santri yang menghadiri kegiatan tersebut. Tanpa menunggu acara usai, salah seorang delegasi Perwakilan Cabang Internasional (PCI) NU Hong Kong menawarkan diri untuk memberi beasiswa satu pelajar Palestina di pesantren NU.