REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Unit Transfusi Darah Pusat Palang Merah Indonesia (UTDP PMI), dr Ria Syafitri mengatakan, peran UTDP PMI dalam proses uji saring darah donor dilakukan untuk deteksi dini dan edukasi ke pendonor dalam mencegah penyebaran penyakit Hepatitis C.
"Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan uji saring darah UTD PMI di seluruh wilayah Indonesia, hasil screening Hepatitis C cukup tinggi, yakni 0,37 persen. Banyak pendonor yang sudah terdeteksi tidak mau bahkan tak peduli dengan hasil screening mereka," kata Ria, Rabu (5/8).
Hanya sekitar 15-30 persen pendonor yang tersaring reaktif Hepatitis C bersedia datang untuk konsultasi soal penyakitnya. Ini artinya 70 persen penderita Hepatitis C tak peduli atau tak paham penyakitnya.
Seringkali pendonor darah tidak mencantumkan nomor telepon dan alamat saat pengisian data untuk kepentingan donor darah. Ini membuat pendonor yang terkena Hepatitis C susah dihubungi untuk diminta konsultasi atau diberi rujukan berobat.
"Ada juga pendonor yang merasa jika mendonorkan darah sama saja dengan membuang darah kotor sehingga akan digantikan dengan darah yang bersih dari virus. Ini perspektif yang salah dan perlu diubah," ujarnya.