REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pecahnya bentrok di Kampung Pulo akibat penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI bukan suatu hal yang rumit. Kapolda Irjen Pol Tito Karnavian punya cara tersendiri untuk melakukan konsolidasi massa.
Jebolan anggota Densus 88 menjadi modal kuat Tito untuk bisa menembus sejumlah tokoh dibalik aksi penolakan penggusuran di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1987 ini piawai berkomunikasi dengan para kelompok garis keras.
Meski sudah menurunkan setidaknya lima kompi pasukan untuk melakukan pengamanan, ternyata Tito tak bisa tinggal diam. Ia perlu bergerak pada kepala kepala yang menjadi otak penolakan ini. Pascapecahnya perlawanan dari warga Kampung Pulo, Tito langsung mempercepat agenda diskusi media yang ia bentuk setiap bulan sekali.
"Saya mau ke TKP," ujar Tito kepada Republika, Kamis (19/8) usai mendapat bisikan dari Kepala Biro Intelkam Polda Metro Jaya terkait kondisi Kampung Pulo yang mulai kisruh.
Sebelum terjun langsung, ia langsung mendaulat Kombes Pol Ahmad Subarkah selaku Direktur Shabara mengatasi kerusuhan. Setidaknya empat kompi pagi itu ia terjunkan ke TKP kerusuhan. Kabiro Operasional juga ia kerahkan untuk mengecek TKP.
Dari Mapolda Metro Jaya, Tito langsung bergegas meninggalkan diskusi dan langsung mengarah ke Kampung Pulo. Setibanya disana,ia langsung menyasar pada salah satu tempat dimana habib yang dikenal cukup berpengaruh di sana.
Saat ia datang, kondisi lapangan bisa dikendalikan oleh pasukannya yang ia terjunkan. Inilah ciri Tito, ia selalu bergerak cepat, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Pukul 15.00 WIB tepat sebelum adzan Ashar berkumandang, Tito sudah bisa mengambil hati para pemuka agama, dan salah satu orang yang cukup dituakan di Kampung Pulo.
"Saya bisa pastikan kisruh ini tidak membesar. Saya shalat Dzuhur di salah satu mushola di sana. Saya dialog dengan warga dan tokoh di sana," ujar Tito.