Selasa 25 Aug 2015 16:51 WIB
Capim KPK

Johan Budi tak Setuju Napi Korupsi Terima Remisi

Pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK Johan Budi menyampaikan keterangan pers tentang penetapan tersangka baru di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/8).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK Johan Budi menyampaikan keterangan pers tentang penetapan tersangka baru di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Pribowo menyatakan tidak setuju bila narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman.

"Saya tidak setuju koruptor dapat remisi karena kalau kita sepakat korupsi adalah kejahatan luar biasa, tidak 'balance' kalau korupsi sebagi kejahatan luar biasa disamakan dengan pencuri ayam yang nilainya hanya Rp50-60 ribu," kata Johan dalam tes wawancara di depan 9 anggota panitia seleksi (pansel) KPK di Gedung Sekretariat Negara (Setneg) Jakarta, Selasa (25/8).

Johan adalah peserta keempat yang mengikuti tes wawancara. Namun jawaban itu dibalas oleh anggota pansel Harkristuti Harkrisnowo yang menyatakan jaksa KPK tidak menuntut terdakwa korupsi dengan maksimal. "Tapi jaksa tidak mengajukan tuntutan tinggi?" tanya Harkristuti.

"Saya beda pendapat soal itu, kalau 'statement' harus ada data empiris. Tuntutan itu berdasarkan pasal yang disangkakan, mana mungkin melebihi karena itu yang ada di Undang-undang, kecuali pasal 12 yang bisa sampai seumur hidup, semangatnya (penuntutan) secara maksimal, karena jaksa KPK tidak bisa menuntut lebih dari yang ditetapkan Undang-undang itu," ungkap Johan.

Johan pun berpendapat bahwa pencegahan dan penindakan di KPK harus berjalan secara simultan meski selama ini KPK lebih banyak disorot dari penindakan. Padahal menurut Johan pada 2015 ada sejumlah program pencegahan seperti pendidikan berbasis keluarga. 'Saya Perempuan Antikorupsi' dan pelatihan antikorupsi kepada 1.000 guru, pengkajian mengenai mengkaji haji, imigrasi, dan gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam dan program lainnya.

Saat ini menurut Johan, KPK sedang mengembangkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) berbasis elektronik (e-LHKPN). "Kami mengembangkan e-LHKPN sejak 2014 lalu jadi seorang penyelenggara negara dengan mudah memasukkan di komputernya bila dia baru jual mobil dan langsung terhubung dengan data LHKPN. Paling lambat program tersebut akan diluncurkan pada Desember ini," jelas Johan.

Selanjutnya KPK menurut Johan sedang mengembangkan program gratifikasi agar dapat lebih jelas mana yang masuk gratifikasi dan mana yang tidak. "Termasuk soal gratifikasi juga sekarang sedang dibuat aturan batasan berapa sih orang harus melaporkan hadiah itu, kemarin sedang kami buat 'draft-nya'. Sekarang sudah ada pokja-pokja (kelompok kerja) di kementerian, ini kemajuan yang baik. Di Kementerian Keuangan juga dikembangkan ke eselon 3," ungkap Johan.

Pada hari ini ada tujuh orang yang mendapat giliran tes wawancara yaitu Giri Suprapdiono (Direktur Gratifikasi KPK), Hendardji Soepandji (Presiden Karate Asia Tenggara SEAKF), Jimly Asshiddiqie (Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI), Johan Budi Sapto Pribowo (Plt Pimpinan KPK), Laode Muhamad Syarif (Lektor FH Universitas Hasanudin), Moh Gudono (Ketua Komite Audit UGM), Nina Nurlina Pramono (Direktur Eksekutif Pertamina Foundation).

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement