Rabu 02 Sep 2015 14:36 WIB

Orang Desa tak Lagi Piara Ayam Kampung, Ini Dampaknya

Rep: Andi Nurroni/ Red: Ilham
Ayam Jantan (Ilustrasi)
Ayam Jantan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, tercatat 3,5 juta rumah tangga di Jawa Timur memelihara ayam kampung. Sepuluh tahun berselang, berdasarkan Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga yang berternak ayam kampung menurun drastis, hanya tinggal 1,9 juta.  

Catatan menarik tersebut disampaikan Kepala Badan Statistik (BPS) Jawa Timur, Sairi Hasbullah. Sairi menjelaskan, mereka yang berternak ayam kampung, sebagian besar adalah rumah tangga di pedesaan. Di Jawa Timur sendiri, jumlah rumah tangga pedesaan mencapai 5 juta keluaraga.

“Jadi, kalau dulu ada 3,5 juta rumah tangga yang memlihara ayam kampung, itu berarti dari 10 rumah, 6 rumah punya ayam kampung,” kata Sairi, berbicara usai menyampaikan rilis statistik soal inflasi di kantor BPS Jawa Timur di Surabaya, Selasa (1/9).       

Menurut Sair, hilangnya hampir 2 juta rumah tangga peternak ayam kampung berimbas pada rentannya harga ayam ras, yang hari ini menjadi konsumsi utama masyarakat. Ia berasumsi, kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Jawa Timur, tapi juga di daerah lainnya di Indonesia.

“Jadi kalau dulu rumah tangga kelas bawah mau kenduri, mereka motong ayam sendiri. Sekarang, mereka harus beli. Apa efeknya? Hal itu menjadikan harga ayam ras sensitif karena demand-nya tinggi,” kata Sairi.

Di lain sisi, Sairi menyampaikan, terjadi polarisasi peternak ayam ras. Ia merinci, jika pada 2003 jumlah peternak ayam ras 27 ribu peternak, maka pada 2013 hanya tersisa 10 ribu peternak, atau berkurang 17 ribu peternak. Padahal, kata dia, produksi ayam ras dari tahun ke tahun tidak berkurang.

Sairi menekankan, hal itu menjadi salah satu penyebab harga ayam ras selalu fluktuatif. Sairi berpendapat, secara drastis jumlah peternak ayam ras dan rumah tangga peternak ayam kampung, dipengaruhi secara kuat oleh gelombang isu flu burung yang pernah melanda Indonesia.

“Waktu itu ada ketakutan luar biasa terhadap flu burung. Sejak saat itu, terjadi penurunan drastis peternak ayam, dan sampai sekarang belum recoverd (pulih),” kata dia.

Menurut Sairi, pada satu sisi, terjadi ketakutan di tengah masyarakat untuk memelihara ayam. Sementara di lain sisi, pemerintah juga tidak punya kewenangan untuk memaksa masyarakat berternak ayam. Meski begitu, ia berpendapat, jika ingin masalah fluktuasi harga ayam ras teratasi, jawabannya adalah dengan menghidupkan kembali budaya berternak ayam di tengah masyarakat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement