REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai keputusan Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menunjukkan Koalisi Merah Putih (KMP) ibarat puncak gunung es yang bisa mencair sewaktu-waktu.
"Realitasnya, tidak mudah membangun koalisi permanen. Apalagi koalisi partai-partai yg tergabung di KMP tidak didasari oleh adanya kesamaan platform dan ideologi," kata Karyono Wibowo di Jakarta, Kamis (3/9).
Karyono menilai selama ini partai-partai di KMP hanya bersatu dilandasi kepentingan dan pragmatisme sesaat sesuai kebutuhan partai saat itu. Dengan bergabungnya PAN ke KIH, Karyono mengatakan, maka akan terjadi perubahan komposisi kekuatan yang ada di DPRI. Bila selama ini partai-partai dalam KIH selalu kalah saat voting dalam mengambil kebijakan, maka kehadiran PAN dianggap cukup signifikan.
"Dengan bergabungnya PAN, maka KIH makin kuat. Total kekuatan KIH menjadi 289 kursi, unggul jauh dari KMP yang tinggal 210 kursi," tuturnya.
Sebelum PAN berubah sikap, KMP di DPR berkekuatan 258 kursi. Detailnya Partai Golkar 91 kursi, Partai Gerindra 73 kursi, PKS 40 kursi, PAN 48 kursi, dan PPP loyalis Djan Faridz enam kursi. Sedangkan KIH hanya memiliki 241 kursi, dengan detail PDIP 109 kursi, PKB 47 kursi, Partai NasDem 36 kursi, Partai Hanura 16 kursi, PPP loyalis Romahurmuziy 33 kursi.
Partai Demokrat yang tak memilih kubu memiliki 61 kursi. Namun selama ini Partai Demokrat beberapa kali ikut voting mendukung KMP. "Kalaupun Partai Demokrat mendukung KMP, total kekuatannya hanya 271, masih kalah dari KIH," ujarnya.
PAN resmi menyatakan bergabung dengan kelompok partai pendukung pemerintah. Hal itu ditandai dengan datangnya Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan didampingi Ketua MPP PAN Soetrisno Bachir dan Sekjen PAN Eddy Soeparno setelah difasilitasi oleh Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto untuk bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (2/9).