Kamis 03 Sep 2015 20:54 WIB

Target Penumpang Meleset, Kereta Api Cepat Diyakini akan Bebani APBN

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kereta Api Cepat Cina
Kereta Api Cepat Cina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta jangan terbuai oleh pembangunan kereta api cepat rute Jakarta-Bandung. Pasalnya siapapun pemenang tender (Cina atau Jepang) tidak akan ada yang berbaik hati membangun infrastruktur negara lain hingga trilunan rupiah tanpa berharap pengembalian atau keuntungan.

"Sudah pasti mereka akan menuntut konsesi-konsesi tertentu yang pada dasarnya tidak ada 'makan siang' atau 'makan malam' gratis," kata Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Darmaningtyas di Jakarta, Kamis (3/9).

Tarif Rp 200 ribu per penumpang yang ditawarkan Cina maupun Jepang didasarkan pada asumsi jumlah penumpang akan mencapai 44 ribu per hari pada tahun pertama, meningkat menjadi 65 ribu penumpang pada 2030, dan menjadi 148 ribu penumpang per hari pada 2050. Lantas apa yang akan terjadi jika target penumpang tidak terpenuhi? Perusahaan dari Cina atau Jepang yang nantinya akan menjadi pemenang tender tidak akan mau menanggung kerugian tersebut.

Darmaningtyas mengatakan jika target penumpang meleset, maka operasional kereta api cepat ini akan mengalami kerugian. Pemerintah tidak akan mungkin tinggal diam membiarkan insfrastruktur yang sudah jadi itu tidak berfungsi, maka terpaksalah mengeluarkan subsidi untuk mengoperasikannya.

"Akibatnya tidak terelakkan lagi, kereta api cepat tersebut akan membebani APBN seumur hidup," kata dia. Pemerintah perlu belajar dari pengoperasian kereta api cepat di Taiwan, Belanda, dan Spanyol yang pada akhirnya membuat pemerintah harus keluar subsisi untuk operasional.

Data perjalanan pulang pergi Jakarta-Bandung yang ada saat ini dapat memberikan gambaran mengenai prospek penumpang kereta api cepat. Dia menyebut, berdasarkan hasil kajian oleh sebuah lembaga konsultan, dari total 143.518 perjalanan yang ada, 127.133 menggunakan mobil pribadi.

Sedangkan yang menggunakan KA Argo Parahyangan rata-rata hanya 2.000 hingga 2.500 orang per hari, travel bus kecil 13 hingga 14 ribu penumpang, dan bus besar di bawah seribu penumpang. Ini artinya total pengguna angkutan umum kurang dari 20 ribu per hari.

"Probabilitas pengguna angkutan umum untuk pindah ke kereta api cepat mungkin hanya sekitar 25 persen saja karena tarifnya terlalu tinggi bagi komuter," kata dia. Sementara itu, pengguna mobil pribadi belum tentu mau pindah ke kereta api cepat bila akses menuju atau dari stasiun baik dari Jakarta maupun Bandung tetap macet.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement