REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lima pedagang kaki lima (PKL) di Perempatan Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Senin (7/9). Mereka meminta pendampingan hukum karena digugat Rp 1,120 miliar oleh orang yang mengaku memiliki hak atas lahan yang mereka tempati.
Kelima PKL ini merupakan pedagang nasi, tukang kunci dan penjual stiker. Mereka menempati lahan tersebut secara turun temurun.
"Kita menempati lokasi itu dari bapak-ibu kami dulu," kata Sutinah pedagang nasi yang sudah menempati lahan di perempatan Jalan Brigjend Katamso tersebut sejak kecil.
Bahkan menurutnya, dia sudah menempati lahan tersebut sejak 1960-an dan belum pernah ada kasus apapun.
"Tiba-tiba ada yang datang membawa surat dan mengugat kami," ujarnya.
Menurutnya pada 2011 tiba-tiba ada orang bernama Eka Aryana yang mengaku membawa surat kekancingan dari Kraton Yogyakarta sebagai pemilik sah yang berhak menempati lahan yang digunakan kelima PKL tersebut. Lahan itu memang cukup strategis karena berada persis di perempatan Gondomanan dan dekat dengan obyek wisata Kraton Yogyakarta dan Taman Pintar.
Eka Aryana ini membawa surat kekancingan nomor 203/HT/KPK/2011 yang berisi penggunaan lahan seluas 73 meter persegi. Sementara lahan yang dipakai kelima PKL ini hanya ukuran 4X5 meter saja. Karena mereka berjualan bergantian.
Setelah akan diusir beberapa kali sejak 2012, kelima PKL ini kemudian mendatangi LBH Yogyakarta. Pada 2013, kedua belah pihak sudah membuat pernyataan. Kedua belah pihak mengukur lahan kekacingan tersebut. Batas-batas lahan kemudian disepakati agar bisa berjualan. Surat kesepakatan itupun kemudiian ditandatangi oleh semua pihak. Termasuk dari kepolisian, kecamatan dan Lembaga Bantuan Hukum.
Namun tiba-tiba, kelima PKL ini sudah diajukan gugatan perdata sebesar Rp 1,120 miliar. Padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan bersama.
"Mereka kaget dengan gugatan ini dan meminta kami melakukan pendampingan," kata kuasa hukum kelima PKL, Ikhwan Sapta Nugraha dari LBH Yogyakarta.
Terpisah, pengacara Eka, Onchan Poerba mengatakan, kliennya sudah melakukan musyawarah dengan para PKL tersebut. Namun para PKL ini tidak mau pindah lokasi.
"Mereka (PKL) ini menganggu pengguna jalan juga karena berada di bahu jalan," katanya.
Onchan mengaku, pihaknya sudah mendapatkan izin dari pemerintah kota untuk membuka jalan atau gang menuju ke lokasi milik kliennya. Wajar jika pihaknya menuntut kerugian material sebesar Rp 120 juta dihitung sejak surat kekancingan berlaku. Juga denda sebesar Rp 1 miliar secara immaterial.
"Karena itu kita ajukan gugatan Rp 1,120 miliar atas kerugian klien kami," ujarnya.