REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Anggota MPR RI, AM Fatwa menilai kedudukan MPR saat ini menarik untuk dibahas. Ia menilai, kedudukan MPR sekarang ini tidak jelas, sama seperti lembaga pengkajian.
Hal itu disampaikan AM Fatwa dalam seminar nasional yang digelar Universitas Padjajaran. Dalam seminar itu salah seorang pembicara, Hernadi Affadi yang merupakan dosen Fakultas Hukum Unpad, menegaskan bahwa status MPR memang harus diperjelas, apakah dijadi semacam Kongres seperti di Amerika Serikat, atau statusnya dikembalikan seperti dulu, sebagai lembaga tertinggi negara.
"Saya tertarik dengan apa yang dikemukakan pembicara Hernadi tadi, walau pun membawa konsekuensi pada DPD," katanya.
Ia menambahkan, kalau dilihat konstelasi politik sekarang ini, apa yang dikatakan Hernadi cukup ideal. Mantan wakil ketua MPR itu lalu mengutip pendapat Ketua Umum PDI Perjuangan, yang juga ketua partai pemenang pemilu Megawati Soekarnoputri yang menginginkan agar GBHN dikembalikan seperti semula dan MPR diperkuat lagi.
Satya Arinto, selaku narasumber seminar mengakui, pada 2003 ketika hilangnya Tap MPR dari tata urutan perundang-undangan waktu itu, merupakan keputusan yang sudah mentok.
"Mungkin waktu itu Ketetapan MPR dianggap sudah senja, padahal menurut saya, Tap MPR itu penting. Sekarang mau diubah lagi, ya terserah," ujarnya.
Ada juga usulan dari para peserta seminar agar Tap-Tap MPR yang masih berlaku diturunkan dalam bentuk Undang-undang. Tapi, menurut John Pieris, ketua Kelompok DPD MPR, untuk merubah UU butuh waktu lama.