REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung mengakui belum ada perhitungan kerugian negara yang diakibatkan kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cessie) milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Jaksa Kejakgung, Fidaus Dewilmar mengatakan penghitungan kerugian negara dari kasus cessie BPPN masih dalam proses.
"Oh pasti, dalam perhitungan. Dalam perhitungan oleh pejabat yang diberikan kewenangan," jelas Fidaus, usai sidang praperadilan PT Victoria Securities Indonesia (VSI), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (23/9).
Tetapi, ketika disinggung instansi apa yang menghitung kerugian negara di kasus BPPN, Firdaus enggan menyebutkannya. Pasalnya, satu-satunya lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara, hanyalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Iya saya tidak menyebutkan. Kalau anda sudah tahu mengapa bertanya?" ujarnya.
Pernyataan Firdaus justru bertolakbelakang dengan yang disampaikan Jaksa Agung, HM Prasetyo. Orang nomor satu di Kejakgung itu, mengaku telah mendapatkan perhitungan kerugian negara dari berbagai auditor.
"Secara kasat mata (Kerugian Negara) sudah. Sudah kita mintakan opini dari pihak-pihak yang memang diberikan kewenangan audit,” kata Prasetyo di Kejakgung, Jakarta Selatan, Jumat (21/8).
Bahkan, Kasubdit Penyidikan Kejakgung, Sarjono Turin menyebutkan, dalam kasus dugaan korupsi terkait cassie BPPN, terdapat kerugian negara yang cukup besar. "Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 425 miliar," jelasnya.