REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan perubahan skema subsidi pendanaan pemerintah kepada partai politik sebesar 10 persen dari kebutuhan parpol atau sekitar 0,0125 persen dari APBN untuk tingkat kepengurusan pusat.
"Peningkatan ini tentu dapat dilakukan jika kondisi ekonomi sudah membaik," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, Senin (28/9).
Bantuan peningkatan tersebut harus diikuti perbaikan tata kelola parpol yang lebih komprehensif sebagai wujud akuntabilitas pendanaan.
Untuk pengaturan pengajuan bantuan, parpol diwajibkan menyusun anggaran pendapatan dan belanja partai (APBP) agar bantuan negara kepada partai dapat diukur dari sisi perencanaan dan realisasi.
"Agar mengetahui pos-pos pendanaan untuk apa saja, dan masyarakat juga dapat mengaksesnya," kata Donal.
ICW juga mengusulkan agar penggunaan bantuan sebesar 60 persen dari total bantuan harus diimplementasikan untuk pendidikan politik dengan materi wajib yaitu antikorupsi dan pemerintahan.
"Pendidikan mengenai pemerintahan penting karena banyak anggota DPR yang tidak tahu fungsi, tugas, dan kerja mereka," ucap Donal.
ICW mengungkapkan dana parpol berasal dari tiga sumber, yakni iuran anggota, sumbangan sah menurut hukum, dan bantuan keuangan dari APBN/APBD.
Sumber utama pemasukan partai adalah dari sumbangan "pemilik partai" dan kader yang sedang menduduki jabatan publik. Sumbangan negara sendiri masih sangat minim, yaitu hanya sebesar Rp108 per surat suara sah pada pemilu legislatif. Menurut ICW, sumbangan tersebut hanya mampu menutup 0,63 persen total pengeluaran partai.