Selasa 29 Sep 2015 16:23 WIB
Salim Kancil

FITRA Ungkap Skenario Licik Perusahaan Tambang Saat Buka Lahan

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Angga Indrawan
Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Tunggal Roso melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Senin (28/9).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Tunggal Roso melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Senin (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi prihatin dengan pembunuhan Salim alias Kancil dan penganiayaan terhadap Tosan. Kedua petani itu harus meregang nyawa lantaran menolak keberadaan tambang pasir di wilayahnya.

Uchok mengungkapkan, kolusi pertambangan terjadi mulai dari izin pertambangan dari  pemda. Begitu izin pertambangan dikeluarkan, lanjutnya, maka perusahaan tambang dengan semena-mena menolak masyarakat yang tak setuju dilakukan pertambangan.

"Pemda juga menutup mata terhadap masyarakat yang menolak karena sudah disuap. Untuk meredam masyarakat yang menolak, perusahaan tambang mulai melakukan politik pecah belah, devide et impera," kata Uchok, Selasa (29/9).

Devide et Impera dilakukan dengan menyuap pemda dan tokoh-tokoh masyarakat. Ini dilakukan untuk meredam penolakan tambang. "Masyarakat yang cerdas seperti Salim akan mempertahankan tanahnya dari pertambangan. Dia mempertahankan tanahnya meski nyawa harus dikorbankan," ujarnya.

Dengan Devide et Impera, lanjut Uchok, maka warga yang setuju dengan tambang mau dimobilisasi untuk menekan warga yang menolak tambang. Ini, sambungnya, merupakan kejahatan yang biasa mereka lakukan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement