REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang mendesak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk serius mengusut para pelaku penganiayaan terhadap Salim Kancil dan Tosan.
Bukan hanya terhadap pelaku di lapangan, kepolisian juga harus mengusut tuntas hingga ke aktor intelektual (intellectual daader) di balik peristiwa berdarah di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Tim yang terdiri atas Laskar Hijau, WALHI Jawa Timur, KontraS Surabaya, dan LBH Disabilitas ini mensinyalir pembunuhan tersebut bukanlah pembunuhan biasa karena terkesan berencana dan sistematis.
“Karena itu kepolisian harus mengganjar pelaku dengan hukuman seberat-beratnya sesuai pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana,” kata Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diharapkan juga turun tangan untuk memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban. Bila perlu, Komisi Nasional HAM segera turun ke lapangan dan melakukan investigasi. Tidak hanya itu, tim juga mendesak Pemerintah Kabupaten Lumajang untuk segera menutup seluruh pertambangan pasir di pesisir selatan Lumajang.
Kasus penganiayaan Salim dilakukan disaksikan oleh anaknya dan juga beberapa siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Untuk itu, tim meminta Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan trauma healing kepada anak dan cucu dari almarhum Salim Kancil serta anak-anak PAUD yang menyaksikan insiden penganiayaan tersebut.