REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi Nasdem di DPR, Johnny G Plate menilai terminologi kretek tidak perlu dimasukkan secara khusus dalam sebuah Undang-Undang. Menurutnya, seharusnya, jika memang alasan memasukkan pasal kretek dalam RUU Kebudayaan karena kretek merupakan warisan budaya nasional Indonesia, maka ada cara lain yang dapat digunakan.
"Yang dimasukkan dalam RUU Kebudayaan itu seharusnya menugaskan pemerintah untuk mendaftarkan kekayaan intelektual atau community intellectual property kita ke UNESCO. Di dalam kekayaan intelektual itu ada lah yang namanya kretek, tuak, batik, dan lainnya. Itu silakan," kata Johny kepada Republika, Selasa (6/10).
Johny mengatakan, substansi RUU Kebudayaan berkaitan dengan peradaban bangsa Indonesia, seperti tata nilai, seni, filosofi kebudayaan, serta relasi antar anggota masyarakat. Ia pun membenarkan alasan masuknya pasal kretek tersebut dalam RUU Kebudayaan, yakni karena kretek telah memberi nilai tambah bagi perekonomian Indonesia sejak dulu.
Namun, anggota Komisi XI itu mengatakan, alasan tersebut tidak lantas menjadikan kretek perlu dimasukkan dalam RUU Kebudayaan. Menurutnya, dengan mendaftarkan kretek sebagai produk khas yang dimiliki Indonesia ke UNESCO, negara lain tidak akan mengklaim produk tersebut. Hal itulah, lanjutnya, yang bisa diperkuat dengan memasukkan tugas pemerintah untuk mendaftarkan kekayaan intelektual Indonesia ke UNESCO dalam RUU Kebudayaan.
"Kekayaan itu banyak, termasuk rokok kretek. Tidak perlu detail dan spesifik hanya terkait rokok saja. Kalau terkait rokok saja maka itu bisa diinterpretasikan sebagai UU rokok kretek, padahal itu RUU kebudayaan," ujarnya.
Ia pun menegaskan rokok kretek dan petani tembakau adalah dua hal yang berbeda. Menurut Johny, hal yang perlu dilindungi adalah petani tembakau, bukan rokok kretek. Masuknya pasal kretek dalam RUU Kebudayaan, lanjutnya, tidak tepat karena masalah rokok kretek adalah masalah industri.
"Nggak perlu ada UU tentang kretek. Kalau tentang tembakau mungkin perlu. Karena banyak petani kita yang bekerja terkait tembakau," kata Johny.
"Kalau kretek saja maka dia bernuansa komersial dan dia akan menimbulkan pro kontra soal kesehatan dan komersial. Yang satu bilang kesehatan, satu bilang bisnis, satu lagi lapangan kerja, macam-macam. Puyeng kita. Tapi kalau didasarkan pada UNESCO maka nggak ada yang ribut karena itu kekayaan kita," jelasnya lagi.