REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan KPK yakin bahwa Presiden Joko Widodo tetap menolak revisi Undang- Undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Revisi UU KPK saat ini sedang diajukan oleh DPR.
"KPK setuju dan sependapat dengan pendapat Presiden untuk menolak revisi UU KPK, itu yang bisa disampaikan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu (7/10).
Konferensi pers itu dilakukan menyusul pengajuan revisi UU KPK oleh enam fraksi DPR yaitu fraksi PDIP, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB ke Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Selasa (6/10). Padahal menurut Ruki, KPK bersama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sudah pernah membicarakan mengenai hal-hal yang dinilai perlu untuk direvisi dari UU KPK tersebut.
Ruki pun mengungkapkan bahwa pimpinan KPK pernah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo mengenai kemungkinan perubahan UU KPK saat revisi UU KPK awalnya berdasarkan inisiatif pemerintah pada Juni 2015. "Diskusi kami beberapa bulan lalu ketika ramai Menkumham mengajukan usul revisi UU KPK, pimpinan KPK langsung bertanya ke Presiden, kami menanyakan 'Apa benar bapak benar-benar ingin ada perubahan UU KPK?'. Presiden mengatakan belum setuju tentang adanya rencana perubahan UU KPK, apalagi yang sifatnya pelemahan itu," tegas Ruki.
Namun KPK, menurut Ruki, tetap menghormati kewenangan DPR dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM dalam membahas UU. "Keterlibatan UU itu disusun pemerintah dan DPR, kalau kami dikehendaki maka kami akan memberikan pendapat, tapi kalau kami diminta untuk berbicara secara aktif tentu tidak elok di dalam sistem ketatanegaraan," jelas Ruki.