REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penganiayaan hingga mengakibatkan terbunuhnya Salim (46 tahun) alias Kancil membuat tabir praktik penambangan pasir ilegal di Desa Selok Awar Awar, terbongkar. Kancil dan rekannya Tosan, yang saat ini masih dirawat intensif, seharusnya mendapat penghargaan dan apresiasi dari berbagai pihak.
Anggota tim Komisi III DPR RI fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani mengatakan, praktik-praktik penambangan ilegal sebenarnya juga marak di daerah-daerah lain. Hanya saja aktivitas penambangan liar itu ditutupi karena ada indikasi keterlibatan oknum pemerintah dan kepolisian.
Kasus Kancil ini menurut Arsul harus menjadi contoh pemerintah untuk menertibkan penambangan liar serupa. Berkat Kancil dan Tosan, kasus seperti ini menjadi pusat perhatian masyarakat sekaligus untuk peringatan bagi oknum ‘nakal’ agar tidak melanjutkan praktek ilegalnya. Seharusnya, Kancil dan Tosan mendapat penghargaan.
“Saya akan usulkan pada teman-teman NGO (LSM) agar Kancil dan Tosan mendapat penghargaan,” kata Arsul kepada Republika.co.id, Sabtu (10/10).
Arsul menambahkan, perjuangan Kancil dan Tosan ini membuahkan hasil dengan dihentikannya penambangan liar di Desa Selok Awar Awar. Peristiwa ini seharusnya membuat pemerintah berbenah dan menertibkan kegiatan tambang liar di banyak daerah lain.
Selama ini, kata anggota komisi III DPR ini, praktei seperti itu seperti menjadi rahasia umum. Sebab, banyak dugaan praktek-praktek suap atau setoran pada penegak hukum maupun pejabat setempat.
“Pesan yang ingin dibangun bukan saja menyelesaikan kasus ini secara transparan, tapi juga untuk memberikan peringatan agar semua kegiatan penambangan ilegal atas sumber daya alam dihentikan,” tegas Arsul.