Rabu 21 Oct 2015 19:36 WIB

Empat Menteri Ini Disebut Layak Diganti

Rep: C25/ Red: Ilham
Menteri baru hasil reshuffle Kabinet Kerja di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Menteri baru hasil reshuffle Kabinet Kerja di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik UIN, Syarif Hidayatullah, Ray Rangkuti mengatakan, perombakan kabinet dianggap sangat perlu seiring pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang genap satu tahun. Sejumlah menteri dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK juga dinilai layak diganti melihat kinerjanya selama ini.

"Banyak yang tidak satu ideologi dengan nawacita, jadi memang perlu ada reshuffle," kata Ray kepada Republika.co.id, Rabu (21/10).

Menteri Badan Usaha Milik Negara, Rini Soemarno menjadi nama pertama yang diusulkan Ray untuk diganti. Alasannya, Rini dianggap tidak menunjukkan kesamaan ideologi seperti Nawaita yang didengungkan Joko Widodo.

Selain itu, Rini dikatakan masih menjadi batu ganjalan hubungan Joko Widodo dengan PDI Perjuangan, yang secara tidak langsung menghambat kinerja pemerintah Jokowi.

Jaksa Agung, HM Prasetyo, menjadi nama selanjutnya yang layak diganti. Prasetyo dianggap lebih banyak menimbulkan kontroversi dibandingkan prestasi.

Salah satu kasus yang dianggap tidak terselesaikan oleh HM Prasetyo adalah kasus Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, yang justru mengarah ke kasus suap dan bukan kasus korupsi.

Kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly. Ray menganggap sepak terjang Yasonna selama ini sangat jauh dari prestasi. Apalagi ditambah dengan selalu kalahnya Yasonna dalam berbagai persidangan, meski berstatus sebagai Menkumham.

Selain tiga nama tersebut, pendiri Lingkar Madani itu mengusulkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani diganti. Puan dianggap tidak mengerti apa yang hendak dan harus dilakukan.

Ketidakmengertian ini diduga menjadi penyebab sejumlah kementerian di bawahnya seperti jalan di tempat. "Dia seperti tidak mengerti apa yang mau dilakukan," ujar Ray.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement