Kamis 22 Oct 2015 07:03 WIB

Pemerintah Diminta Kaji Lagi Soal Hukuman Kebiri

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
Peralatan medis untuk operasi kebiri (Ilustrasi)
Peralatan medis untuk operasi kebiri (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menyetujui usulan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Namun, perkumpulan yang tergabung dalam Seputar Kesehatan dan Hak Reproduksi dan Seksualitas Remaja (SEPERLIMA) menyatakan kebiri bukanlah solusi untuk mengurangi maraknya kekerasan seksual.

Kebiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menghilangkan kelenjar testis pada laki-laki atau memotong ovarium pada perempuan. Kebiri menghilangkan fungsi reproduksi seksual dan bukan menghilangkan hasrat seksual seseorang sehingga tidak ada jaminan bagi pelaku yang dikebiri berhenti melakukan tindak kekerasan seksual.

"Padahal perlu dipahami juga bahwa definisi kekerasan seksual tidak hanya disebabkan oleh penetrasi melalui alat kelamin, sehingga kebiri sekali lagi bukanlah solusi yang tepat," ujar Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, Frenia Nababan dalam siaran persnya, Rabu (21/10) malam.

SEPERLIMA merupakan gugus kerja yang memperjuangkan pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Gugus kerja ini terdiri dari beberapa organisasi yaitu Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, Rahima, Pusat Kajian Gender dan Seksualitas FISIP Universitas Indonesia dan Pamflet.

SEPERLIMA meminta pemerintah melakukan kajian secara komprehensif dari berbagai macam aspek terhadap wacana hukuman kebiri untuk memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual. Hal ini dikarenakan belum adanya studi yang mengungkapkan bahwa hukuman kebiri efektif memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.

"Terlebih dengan penegakan hukum yang belum optimal, penerapan hukuman kebiri adalah bentuk pemidanaan yang tidak dapat ditarik kembali jika terjadi salah tangkap," kata dia. Hal ini secara lebih lanjut akan berimplikasi pada ketidakadilan hukum.

Frenia menyebut pemerintah sebaiknya memberikan hukuman penjara maksimal 15 tahun kepada pelaku sesuai dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, pemerintah hendaknya kembali mengkaji undang-undang yang terkait kasus kekerasan seksual untuk memberikan hukuman paling maksimal sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement