REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Arie Lukihardianti, M Fauzi Ridwan, Haura Hafizhah
Tuntutan hukuman mati bagi Herry Wirawan, terdakwa pemerkosaan 13 santriwati di Bandung, Jawa Barat, mendapatkan apreasiasi publik. Hukuman mati bagi Herry dianggap sesuai dengan harapan publik.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengapresiasi penegak hukum yang menyerap aspirasi masyarakat. "Saya kira penegak hukum telah menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Dan yang lebih penting adalah bagaimana supaya vonisnya nanti betul-betul memberikan efek jera," kata Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Herry Wirawan (36 tahun) memperkosa 13 santriwati yang sedang menuntut ilmu di pesantren yang dia asuh. Pemerkosaan dia lakukan sejak 2016 di Pesantren Tahfidz Madani, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung. Sebagian korban bahkan sampai melahirkan anak. Korbannya bahkan termasuk kerabat istrinya sendiri, mengakibatkan istri Herry yang ketika itu sedang mengandung mengalami trauma hingga melahirkan anak dalam kondisi yang kurang sehat.
Menurut Muhadjir, kasus pemerkosaan seperti yang dilakukan Herry tak melulu terjadi di pesantren. Tapi juga bisa terjadi lembaga pendidikan mana pun dan jenis apa pun.
Karena itu, dia meminta semua pihak untuk waspada tinggi terhadap kekerasan seksual dan kekerasan nonseksual terhadap anak. "Persoalan ini merupakan perhatian serius dari Presiden," ujarnya.
Apresiasi atas tuntutan hukuman mati Herry juga disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga. Ia mengaku bersyukur atas tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia terhadap Herry Wirawan.
"Terkait dengan kasus yang terjadi di Jawa Barat ini, kita patut bersyukur Kajati Jabar sudah turun langsung menjadi JPU. Mudah-mudahan nanti pengadilan, keputusan hakim, tidak berbeda dengan tuntutan daripada JPU," kata Bintang.
Menurut Bintang, tuntutan tersebut adalah sebuah langkah tepat dalam perkara kekerasan seksual. Tuntutan yang amat berat itu diharapkan dapat membuat pelaku jera dan membuat calon pelaku takut melakukan hal sama.
"Tuntutan yang diberikan kepada tersangka itu adalah tuntutan yang seberat-beratnya. Tidak hanya kebiri, juga hukuman mati, lalu kemiskinan kepada pelaku yang nantinya daripada aset yang diambil ini akan diperuntukkan kepada korban dan anak-anaknya," ujar Bintang.
Karena itu, Bintang mengapresiasi aparat penegak hukum yang telah menangani kasus Herry dan kasus kekerasan seksual lainnya. Sebab, aparat sudah menggunakan perspektif sama dalam menindak kejahatan seksu ini.
"Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya dalam penanganan kasus-kasus belakangan ini. Sinergi dan kolaborasi penegak hukum memberikan kacamata yang sama dalam penanganan kasus," ujarnya.
Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Jawa Barat yang juga istri Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Atalia Praratya, mengatakan tuntutan hukuman mati mewakili kegeraman publik sekaligus menjawab keinginan publik. Tak hanya kasus ini, Atalia meminta kasus serupa juga harus ditangani dengan penanganan hukum yang sama.
"Berharap penegak hukum juga menangani kasus serupa dengan cara yang sama dan tuntutan seperti ini," katanya. Atalia berharap, dengan tuntutan dari pihak jaksa penuntut umum terhadap terdakwa Herry bisa menjadi efek jera agar kasus serupa tak terulang lagi.