REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi berpendapat, hasil audit PT Pertamina (Persero), terhadap anak usahanya, Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dari 2012 sampai 2014, bisa dijadikan contoh untuk mengungkap mafia migas di tahun-tahun sebelum 2012. Ia berkata, audit harus bisa mengungkap pemain-pemain berikut backing-nya karena pelakunya masih orang-orang yang sama.
“Periode tersebut hanya penggalan sample yang diasumsikan mewakili populasi periode waktu yang lebih panjang ke belakang, mengingat Mafia Migas mungkin pemain-pemain berikut backing-nya, itu-itu juga orangnya,” kata Kurtubi saat dihubungi, Selasa (10/11).
Kurtubi meminta hasil audit forensik tersebut bisa dibawa ke ranah hukum. Karena dengan demikian, aktor-aktor yang bermain selama puluhan tahun sejak Pertamina dipimpin Ari Soemarno bisa terkuak.
“Kita lihat follow-up dari hasil-hasil audit tersebut. Kalau dibawa ke ranah hukum, mungkin aktor selama belasan tahun terakhir akan bisa terkuak juga. Yang penting hasil audit forensik ini kita dorong untuk dibawa ke ranah hukum,” kata Kurtubi.
Sebelumnya, Manajemen PT Pertamina (Persero) menjelaskan alasannya melakukan audit forensik Petral Group hanya terbatas pada tiga tahun masa kerja Petral yakni periode 2012-2015. Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto berdalih, yang dilakukan pihaknya sudah melebihi dari apa yang disarankan tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM).
“Tim RTKM rekomendasikan satu tahun. Pada 2014 saja. Saat itu kita justru lihat sedikit lebih panjang daripada itu. Kita putuskan tiga tahun,” kata Dwi di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (9/11).
PT Pertamina (Persero) menyatakan audit Forensik terhadap Petral Group yang dilaksanakan oleh auditor independen telah tuntas dilaksanakan. Audit akan ditindaklanjuti dengan upaya perbaikan dalam kegiatan pengadaan minyak dan produk minyak oleh perusahaan.
Terdapat tiga kegiatan terpenting yang sudah dan sedang dilakukan terhadap Petral Group, yaitu due diligent terhadap financial and tax, audit forensik yang dilakukan oleh auditor independen dan wind-down process berupa inovasi kontrak, settlement utang piutang, dan pemindahan aset kepada Pertamina.
Meski begitu, menurut Dwi, audit tersebut justru tidak menghitung kerugian negara yang ditimbulkan akibat penyimpangan-penyimpangan yang ada. Bahkan Dwi menegaskan pihaknya tidak bisa memvonis ataupun mengungkapkan nama yang terlibat dalam hasil temuan di dalam audit forensik.
“Kami tidak menyampaikan laporan angka kerugian dan hal yang melanggar hukum,” ujar Dwi.
Menurut dia, audit forensik hanya melakukan audit terhadap aktivitas bisnis di dalam Petral. Untuk penentuan pihak-pihak terlibat dalam proses bisnis yang berpotensi memicu kerugian, dirinya menyerahkan pada penegak hukum. “Pertamina dan auditor hanya capture pola di Petral-PES,” kata VP Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro menambahkan.