REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Usai serangan di Paris, Prancis, Jumat (13/11) lalu, Inggris berupaya meningkatkan keamanannya dengan menyewa hampir 2.000 mata-mata baru. Rencana tersebut akan menjadi ekspasi terbesar Inggris di jasa keamanan, sejak serangan teror 7/7 di London pada Juli 2005 silam.
Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan, tambahan sekitar 2.000 mata-mata akan dipekerjakan di MI5, MI6, dan GCHQ. Jumlah tersebut menambah sekitar 15 persen mata-mata yang dipekerjakan Inggris.
"Tambahan 2.000 mata-mata untuk melawan orang-orang yang akan menghancurkan kita dan nilai-nilai kita melalui serangan teror di Paris," kata Cameron seperti dilansir The Telegraph, Senin (16/11).
(Baca: Pengebom Bunuh Diri Kedua di Prancis Berhasil Diidentifikasi)
Menurut Cameron penambahan personel untuk badan keamanan dan intelijen juga dilakukan untuk menanggapi ancaman teroris internasional yang terus meningkat, serangan siber dan risiko global lainnya. Tiga lembaga tersebut saat ini memiliki sekitar 12.700 staf.
Cameron mengatakan, badan intelijen Inggris telah bekerja sepanjang waktu di balik layar. Tapi, ancaman terus berkembang sehingga tantangan bagi intelijen pun meningkat.
"Banyak dari apa yang mereka lakukan tak bisa kita lihat atau bicarakan tapi upaya dan tekad mereka telah memungkinkan kita untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Ini adalah era perlawanan yang menuntut kami menyediakan lebih banyak tenaga kerja," ujarnya.
(Baca: Ketakutan Melanda Muslim di Prancis)
Tak hanya itu, perdana menteri pun mengatakan, anggaran untuk keamanan di bandara asing juga akan dilipat gandakan hingga 18 juta poundsterling dalam setahun. Langkah ini diambil, setelah insiden jatuhnya pesawat Rusia di Semenanjung Sinai, Mesir, yang diduga karena bom awal bulan ini.
Ahli keamanan penerbangan tambahan juga dikerahkan untuk melakukan pengawasan keamanan rutin di bandara seluruh dunia. Ini merupakan langkah perubahan dalam pendekatan Inggris untuk keamanan bandara.