REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tim dari Kementerian Kesehatan telah mengunjungi wilayah yang dikabarkan ada 32 balita meninggal secara bersamaan di Mbuwa, Nduga, Papua dan mengumpulkan sejumlah fakta.
Dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (29/11), tim yang turun ke lapangan menerangkan, kabar kematian balita yang beredar di sejumlah media tidak dilaporkan secara resmi, melainkan berasal dari informasi seorang pendeta yang merasa warganya sudah lama meninggal.
Meski menemukan ada kematian balita, tim tidak menemukan data resmi angka kematian yang tercatat, baik jumlah atau waktu kematian.
Meski diperkirakan angka kematian merupakan penjumlahan kematian pada bulan Juni 2015, ternyata balita tersebut telah meninggal tahun lalu, ketika data-data pendeta dikonfirmasi dengan mendatangi rumah pasien.
Tim juga belum menemukan adanya keterkaitan kasus antara pasien dengan ciri khas outbreak, yaitu peningkatan kasus di atas normal secara mendadak dalam komunitas.
Namun, tim menemukan ada gejala yang hampir serupa yaitu batuk, sesak, demam dan ada yang disertai diare.
Penduduk di Kecamatan Mbuwa sendiri memang tinggal di rumah yang menyatu dengan babi, dengan ruangan dalam rumah hanya setinggi anak kecil. Mereka terbiasa tidak menggunakan alas kaki, sumber air terkontaminasi dengan kotoran babi dan air tidak pernah dimasak saat dikonsumsi.
Untuk mendalami penelusuran terhadapt temuan itu, tim Kementerian Kesehatan telah mengambil spesimen yang berasal dari orang dan lingkungan, untuk diteliti di laboraturium kesehatan di Jayapura. Spesimen berasal dari orang-orang yang sedang sakit, orang yang melakukan kontak berupa spesimen darah, swab anal, swab hidung, swab tenggorokan dan sputum.
Senin (30/11) esok, Kementerian Kesehatan kembali mengirimkan tim kesehatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi, membawa obat-obatan dan makanan pendamping ASI, serta memberi penyuluhan kesehatan.