REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehidupan beragama antara umat Islam dan Hindu di Bali selama ini tidak pernah mengalami gesekan serius. Kehidupan dua agama tersebut cenderung damai.
Namun pada sabtu (5/12), ada sekelompok oknum tidak dikenal yang seolah ingin menyulut kekisruhan dengan melakukan penrusakan terhadap Masjid Jami Abdurrahman Bin Auf milik Yayasan Baitul Ummah Taman Griya Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Sosiolog Musni Umar heran dengan peristiwa tersebut. "Saya tidak tahu kenapa sampai ada pengrusakan masjid karena selama puluhan tahun tidak pernah terjadi," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (8/12).
Dia pun lantas mempertanyakan, apakah benar umat Hindu yang melakukannya atau ada pihak lain sengaja ingin menciptakan keributan antarpenganut dua agama tersebut. Kasus ini harus segera ditelusuri, diselidiki, dan diungkap oleh aparat kepolisian ataupun badan intelijen.
Setiap fenomena yang menyebabkan konflik beragama, lanjutnya, tidak boleh dibiarkan karena sangat sensitif. Mayoritas agama di Bali adalah Hindu, namun tidak bisa dilupakan bahwa Hindu merupakan agama minoritas di tempat lain.
Musni mengatakan bisa saja masalah tersebut menyulut pihak-pihak lain melampiaskannya pada umat Hindu di berbagai daerah. "Ini dapat menimbulkan persoalan dan stabilitas keamanan kita bisa terganggu," kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor I Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada Sabtu (5/12) pukul 03.00 WITA Masjid Jami Abdurrahman Bin Auf mengalami aksi pencurian uang dalam kotak amal oleh pelaku orang tak dikenal (OTK) dengan melakukan pengrusakan kaca pintu masjid. Satu kaca pintu masjid pecah dan uang dalam kotak amal sekitar Rp 300 ribu hilang diambil para pelaku.
(Baca Juga: Penyerangan Masjid di Bali Disebut Hanya Pencurian Kotak Amal )