Kamis 10 Dec 2015 14:00 WIB

Masjid di Amerika Sewa Penjaga Keamanan

Rep: c38/ Red: Damanhuri Zuhri
Muslim Kanada
Muslim Kanada

REPUBLIKA.CO.ID,

WASHINGTON -- Pascaserangan teror di Paris dan San Bernardino, California, suara anti-Islam telah naik dalam wacana politik Amerika.

Ini dibuktikan usulan terakhir calon presiden Donald Trump yang melarang setiap Muslim memasuki AS. "Negara kita tidak bisa menjadi korban serangan mengerikan oleh orang-orang yang percaya jihad," kata Trump.

Kendati Trump tidak memiliki kekuatan untuk memberlakukan larangan tersebut, umat Islam yang tinggal di Kanada dan Amerika Serikat mengatakan, retorika anti-Islam itu pada umumnya memiliki dampak nyata dalam kehidupan sehari-hari.

"Saya sudah mengalami ini selama puluhan tahun, tapi saya belum pernah melihat ketakutan setingkat ini di dalam komunitas Muslim Amerika," kata Ibrahim Cooper, Direktur Hubungan Nasional untuk Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR). "Orang-orang bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada mereka."

Beberapa masjid bahkan telah menyewa penjaga keamanan atau merekrut relawan untuk melakukan pengawasan ketat pada pintu dan tempat parkir. Sebagai pusat keagamaan yang harus menyambut semua orang, langkah-langkah preventif hanya bisa dilakukan sejauh itu. 

Umar Lee, seorang ekspeditor profesional yang menghabiskan banyak waktu di jalan, biasanya sholat di masjid lokal di kota manapun yang kebetulan dia lewati.

Hal itu tak pernah menjadi masalah. Tapi kali ini, untuk pertama kalinya, dia diminta berdiri dan memperkenalkan diri kepada jamaah. "Saya belum pernah mengalami hal ini di masjid manapun sebelumnya, dan saya telah mengunjungi ratusan masjid," kata dia.

Perempuan Muslim lebih berisiko mendapatkan perlakuan buruk. Apalagi, jika mereka mengenakan jilbab atau niqab. Di New York, seorang gadis kelas enam diserang di tempat bermain dan disebut anggota ISIS lantaran mengenakan jilbab.

Seorang wanita di Toronto disebut teroris, dipukul di bagian perut dan wajah, kemudian jilbabnya direnggut paksa. Wanita lain di Toronto didorong dengan keras ke dinding dan disuruh kembali ke negaranya. Padahal, dia bukan Muslim dan mengenakan syal hanya karena kedinginan.

Serangan itu menginspirasi gerakan online #JeSuisHijabi,yang mendorong wanita non-Muslim untuk mencoba mengenakan jilbab dan bertemu di ruang publik untuk membahas makna di balik jilbab.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement