Kamis 10 Dec 2015 21:20 WIB

MKD: Kalau Ada Pelanggaran Hukum, Ada Pelanggaran Etika

Rep: C14/ Red: Ilham
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menargetkan vonis terhadap pelaku pelanggaran kode etik dalam skandal pencatutan nama Jokowi-JK bisa ditetapkan sebelum jadwal reses anggota dewan. Reses akan dimulai pada 18 Desember mendatang. 

Wakil Ketua MKD asal Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, hingga kini, skandal yang populer diistilahkan kasus "Papa Minta Saham" itu sudah diusut Kejaksaan Agung. Karena itu, bisa dikatakan kasus tersebut diusut secara dua jalur, yakni dengan peradilan etika dan pidana. 

Namun, menurut Sufmi, pihaknya tidak mempersoalkan pihak mana yang lebih dahulu menuntaskan kasus "Papa Minta Saham", MKD ataukah Kejaksaan. Bagi Sufmi, jika ranah pidana sudah menetapkan keputusan berkekuatan hukum tetap terhadap Ketua DPR Setya Novanto, maka otomatis pengusutan MKD terhadap politikus Golkar itu usai. 

Dengan begitu, Setya belum tentu pantas dipidana bila nantinya terbukti melanggar kode etik pejabat negara. 

"Kalau ada pelanggaran hukum, ada pelanggaran etika. Tapi kalau ada pelanggaran etika, belum tentu pelanggaran hukum. Inkracht, ya enggak masalah. Kalau (berstatus) tersangka kan belum tentu bersalah," kata Sufmi Dasco Ahmad saat dihubungi, Kamis (10/12). 

Hingga kini, Sufmi menuturkan, pihaknya masih harus melakukan verifikasi atas bukti autentik rekaman suara yang dimiliki Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Pihak yang akan melakukan verifikasi, menurut Sufmi, ialah Labfor Bareskrim Polri. 

Namun, penjadwalan verifikasi mesti menunggu MKD yang hingga kini belum mendapatkan bukti autentik tersebut dari Kejaksaan Agung. Hal itulah yang menghambat proses pengusutan Setya Novanto di MKD, meskipun sebelumnya Menteri ESDM sebagai pengadu dan Maroef sudah mengakui kesahihan rekaman suara pencatutan nama Jokowi-JK. (MKD Kirim Surat Kedua untuk Riza Chalid).

"Pertemuan itu bukan inisiasi SN (Setya Novanto), tapi Riza Chalid. Kami masih bingung, RC (Riza Chalid) sebagai swasta, MS (Maroef Sjamsoeddin) sebagai swasta. Korupsinya di mana? Makanya perlu audit dulu isi rekaman suara aslinya."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement