REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diusulkan oleh DPR terus menimbulkan polemik. Semua pimpinan KPK disebut tak setuju dengan usulan tersebut, kecuali Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki.
Namun Ruki justru menyebut semua pimpinan KPK sudah menandatangani naskah usulan revisi UU. Sehingga, ia membantah jika disebut sebagai pimpinan KPK yang paling gencar mendorong revisi UU. "Saya kasih tahu ya, naskah usulan itu ditandatangani berlima. Jangan munafik lah!" kata Ruki ditemui di Istana Negara, Selasa (15/12).
(Baca: BW: Paradigma Revisi UU KPK Pada Pencegahan Artinya Main-Main)
Revisi UU KPK memang merupakan inisiatif DPR. Rencananya, hari ini Dewan akan menggelar sidang yang beragendakan pengesahan pembahasan revisi UU. Presiden Joko Widodo, melalui Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, meminta DPR berhati-hati dalam membahas draft revisi.
Sebab, ia tak mau perubahan UU yang diharapkan dapat menguatkan KPK justru malah melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Teten mengatakan, jika pada akhirnya ditemukan bahwa revisi justru melemahkan KPK, Presiden Jokowi bisa saja menghentikan pembahasan tersebut dengan tidak mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres).
Sebab, Ampres sendiri berfungsi seperti 'lampu hijau.' Tanpa Ampres, mustahil bagi Dewan untuk melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang. "Bisa saja nanti Presiden tidak meneruskan atau tidak mengeluarkan Ampres kalau memang dirasakan ini akan melemahkan KPK," ucap Teten di kantornya, Ahad (13/12).