REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Posisi Partai Golkar saat ini dinilai sedang terancam setelah keputusan Menkumham Yasonna Laoly yang mencabut SK Kepengurusan Munas Ancol.
Pencabutan SK Munas Ancol tersebut juga diiringi berakhirnya masa berlaku kepengurusan Munas Riau pada 31 Desember ini. Akibatnya, Partai Golkar saat ini tidak memiliki kepengurusan yang sah.
Meski begitu, Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, tidak bisa menyebut partai berlambang beringin itu sebagai partai ilegal begitu saja.
Terlebih, saat ini masih ada proses hukum yang berjalan di pengadilan sebagai buntut dualisme antara kubu Aburizal Bakrie (Ical) dan kubu Agung Laksono (AL).
(Baca: Menkumham Didesak Terbitkan SK Kepengurusan Golkar Kubu Ical)
"Tapi kan PN Jakut dan Pengadian Tinggi Jakarta yang lalu itu memenangkan kubu Ical meskipun masih kasasi. Jadi masih harus menunggu putusan inkracht dari kasasi tersebut," kata Siti kepada Republika.co.id, Kamis (31/12).
Meski begitu, menurut Siti, idealnya dua pengurus yang berseteru melakukan islah. Sehingga, permasalahan yang ada saat ini bisa segera diselesaikan tanpa harus menunggu adanya putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
"Idealnya islah lah yang bisa menyatukan sehingga tidak bertele-tele dan sebagainya. Tapi kan masih seperti minyak dan air. Tapi bukan juga bisa disimpulkan (Partai Golkar) ilegal," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui telah mencabut Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono. Surat bertanggal 31 Desember 2015 itu menegaskan kepengurusan yang sah kembali kepada Golkar hasil Munas Riau 2009.
(Baca juga: 'Golkar dalam Keadaan Terancam')