REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha sektor industri pulp dan kertas meminta pemerintah mencabut peraturan pembekuan izin perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) karena dugaan pembakaran hutan. Pembekuan izin tersebut dapat membuat pasokan bahan baku kertas terancam berkurang, sehingga kinerja ekspor dan devisa negara akan menurun.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan, pembekuan izin dengan larangan penghentian operasi tidak hanya di area yang terbakar saja namun juga mencakup seluruh area operasi. Akibatnya, terdapat sekitar 901.184 hektare area HTI yang berhenti beroperasi.
"Dengan pembekuan izin tersebut, akan terjadi pemutusan hubungan kerja langsung sekitar 40.202 orang, pemutusan kontrak kerja sama kontraktor dan supplier," ujar Purwadi, Senin (4/1).
Purwadi menjelaskan, pembekuan izin akan berdampak pada menurunnya pasokan bahan baku ke industri dan akan berujung pada melemahnya kinerja ekspor. Pada triwulan III 2015, pasokan kayu ke industri pulp tercatat menurun sebesar 30 persen.
Purwadi memprediksi, devisa ekspor industri pulp pada 2016 akan berada di bawah capaian pada 2015 yang sebesar 5,6 miliar dolar AS. "Kebakaran hutan itu tidak hanya terjadi di HTI saja, namun juga terjadi di lahan masyarakat, hutan open access, taman nasiona, dan area moratorium," kata Purwadi.
Sementara itu, Direktur Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengatakan, langkah pemerintah untuk membekukan izin HTI akan mematikan industri pulp dan kertas. Apalagi, era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah dimulai dan Indonesia justru harus meningkatkan daya saing.
Menurut Liana, dengan berkurangnya pasokan bahan baku maka akan memaksa pabrik pulp dan kertas untuk tutup. Hal ini bukan hanya merugikan perusahaan, namun jua pemerintah karena akan berpengaruh terhadap berkurangnya setoran pajak.
"Tidak mungkin perusahaan HTI membakar hutannya dengan sengaja, karena investasi di sektor HTI bisa mencapai Rp. 60 triliun dengan nilai ekspor Rp 5,6 miliar dolar AS," kata Liana.
Liana mengatakan, untuk mengatasi terganggunya pasokan bahan baku maka APKI mengusulkan adanya revisi peraturan dari undang-undang sampai peraturan daerah yang masih tumpang tindih. Selain itu, dia meminta agar pemerintah melakukan penindakan hukum dan tata kelola yang baik.