REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam waktu dekat akan memanggil mantan ketua DPR, Setya Novanto (Setnov). Hal tersebut terkait penyelidikan dugaan pemufakatan jahat terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejakgung, Arminsyah menjelaskan, setelah mencermati pasal 24 ayat 5 UU MD3 dan dikaitkan dengan putusan MK nomor 76 disebutkan pemeriksaan terhadap pejabat negara harus melalui presiden. Sedangkan untuk kasus Setnov, Kejagung baru akan masuk tahap penyelidikan.
"Izin itu UU MD3) terkait penyidikan, sedangkan kita masih dalam penyelidikan. Penyelidikannya gimana? Tidak diatur tapi dikatakan kalau masih dalam pelaksanaan tugas itu dikatakan harus izin," ujar Arminsyah, di Kejagung, Kamis (7/1).
Menurut Arminsyah, penyelidik mengira ada kewenangan Ketua DPR untuk melakukan pertemuan dengan PT Freeport Indonesia. Namun, ketika keterangan didapatkan dari Sekjen DPR, diketahui tak ada surat tugas ataupun syarat administrasi yang bisa mensahkan pertemuan tersebut.
Kejagung pun mengaku tak dipanggilnya Setnov beberapa waktu lalu karena berasumsi harus ada izin dari presiden. Apalagi jabatan Setnov sebagai pejabat negara. Namun, setelah terbukti pertemuan Setnov dengan Maroef Sjamsuddin tidak didasari surat tugas maka pemanggilan Setnov tidak butuh izin Presiden.
"Kita masih rapatkan. Besok kita putuskan kapan dipanggil," kata Arminsy