REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) tengah menjadi perhatian masyarakat. Selain dihubungkan dengan laporan orang hilang di beberapa daerah, Gafatar juga diduga mengajarkan aliaran sesat.
Ahli psikologi sosial UGM Prof Dr Koentjoro menjelaskan, Gafatar sering melakukan pencucian otak kepada anggotanya. Mereka berupaya menanamkan ideologi dan target tujuan kelompok.
"Orang diobrak-abrik idealismenya dan dijanjikan memperoleh kehidupan yang lebih dengan menjadi bagian kelompok ini," katanya.
Guna menghindari cuci otak yang sering dilakukan oleh kelompok ini, Koentjoro menegaskan, pentingnya untuk berpikir kritis dalam menyikapi setiap persoalan. Terutama, dalam melihat suatu fakta agar tidak hanya melalui asumsi-asumsi saja. Namun, hal itu juga disertai dengan analisis dan evaluasi informasi sebelum mengambil keputusan.
"Kuncinya berpikir kritis supaya terhindar dari berbagai gerakan ekstrem," ujarnya.
Koentjoro juga mengemukakan, Gafatar banyak menyasar kaum muda yang tidak mau berpikir kritis untuk menjadi pengikutnya. Anak muda yang direkrut adalah orang-orang berpendidikan tinggi, seperti mahasiswa, dosen, dan dokter.
Menurutnya, Gafatar sangat lihai dalam memengaruhi calon pengikut dengan mempresentasikan visi dan misi organisasi. Mereka mengumbar janji akan adanya perubahan kehidupan yang lebih baik di tengah pemerintahan yang karut-marut dan banyak terjadi korupsi.
"Biasanya yang masuk dalam gerakan ini adalah mereka yang merasakan kekecewaan ataupun ketidakpuasan terhadap agama yang ada maupun kondisi pemerintahan saat ini," katanya menjelaskan.