Jumat 22 Jan 2016 03:27 WIB

Ibu Anggota ISIS: Saya Benci Perekrut

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Julkifli Marbun
ISIS
Foto: VOA
ISIS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika memikirkan militan ISIS, Anda mungkin membayangkan gambar eksekusi sandera yang kejam atau berbagai teror dalam imajinasi Anda. Namun, Anda mungkin tidak berpikir tentang ibu. Setiap pemuda kelompok radikal di Irak dan Suriah (ISIS) pasti memiliki ibu.

Ibu dari seorang pemuda radikal dari Brussels, Belgia bernama Anis mengungkapkan perasaannya. Anis direkrut kelompok radikal ISIS saat berusia 18 tahun.

"Anis, dalam bahasa Arab adalah teman semua orang. Dia sangat dicintai, dia adalah seorang anak yang sangat normal, dia membuat lelucon setiap hari," ujar Geraldine Heneghan dilansir dari CBS News Kamis (21/1).

Pada akhir 2013, ia mengaku semuanya berubah. Heneghan mengatakan, Anis mulai pergi ke sebuah masjid baru, sholar lima kali sehari dan berdebat dengan ayahnya atas bagian dari Al-Quran. Kemudian pada Januari 2014, ia pergi meninggalkan rumah.

"Aku benci perekrut," katanya.

Alasannya, para perekrut tidak memilki keberanian untuk pergi ke medan perang tapi justru memiliki keberanian mengirim pemuda ke sana. Dan untuk Anis, ia melanjutkan hidup bersama ISIS tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

"Suatu kali dia (Anis) berkata, 'Ibu saya ingin kembali ke Belgia," kenang Heneghan.

Sebagai seorang ibu, ia merasa senang dan berjanji akan membelikan tiket kemanapun anaknya mau. Namun, dua jam setelah percakapan tersebut Anis kembali menghubungi ibunya.

"Dia (Anis) menelepon saya dan dia berkata, 'Ibu, aku tidak akan pernah kembali. Aku akan tinggal di sini dengan saudara," lanjutnya.

Heneghan percaya ISIS memiliki petugas yang mendengarkan semua panggilan telepon anaknya. Sebab, setiap kali Anis menyatakan keinginannya untuk pergi ada langkah terdengar.

Menurutnya, banyak pemuda yang mengatakan mudah untuk datang ke ISIS dan pergi. Namun ia menegaskan tidaklah mudah untuk kembali bebas dari ISIS.

Sekarang, kira-kira setahun setelah Anis meninggalkan obrolan telepon, Heneghan menerima kabar kematian anaknya di luar negeri. Berita tersebut sontak menghancurkan hati ibu manapun yang mendengan kematian anaknya. Namun, kematian Anis sekaligus menjadi pelipur lara bagi Heneghan.

Keberadaan Anis bersama ISIS membuat sang ibu tidak tenang dan sulit tidur. Heneghan kerap memikirkan bagaimana dan apa yang dilakukan anakanya.

"Aku egois, tapi aku lebih suka anak saya telah tiada. Ini membuat sulit tidur ketika anak Anda meninggal, tapi aku lebih suka itu," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement