Rabu 03 Feb 2016 18:04 WIB

UKM minta Swalayan Bantu Pemasaran

UKM kerajinan rotan (Ilustrasi)
UKM kerajinan rotan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Pengurus Asosiasi Pangan Riau (Aspari) Mahlil, mengatakan bahwa masalah yang sering dihadapi Usaha mikro, kecil dan menengah adalah jaminan untuk dapat mengakses modal yang tersedia.

Lembaga keuangan mensyarakatkan kredit harus jaminan bersertifikat. Dan pengusaha kecil sangat kesulitan memenuhinya.Selain itu, ada juga masalah dalam pemasaran. Tumbuhnya retail dan swalayan tidak diiringi dengan mudahnya pengusaha menjual produknya.

"Alfamart dan Indomart misalnya. Produk kita kesulitan untuk masuk ke dalamnya. SOP mereka sangat ketat, karena harus berurusan dengan pusatnya. Pembayaran konsinyasi dengan tempo yang disyaratkan mereka juga memberatkan pengusaha kecil. Belum lagi soal kemasan yang harus memakai nama mereka," kata Mahlil.

Hal itu disampaikannya kepada rombongan Komite IV DPD RI yang berkunjung ke sentra-sentra UKM di Provinsi Riau hari ini  di Pasar Oleh-oleh Pekanbaru, Gerai Ibu-Ibu kreatif Kelurahan Tampan dan Gerai Al Mahdi Kampung Melayu Sukajadi. Abdul Gafar Usman, Anggota DPD RI Prov. Riau mengatakan bahwa permasalahan UKM memang tidak ada habisnya. Namun jika semua pihak mau benar-benar serius mengurusi, akan ketemu jalannya.

"Saya adalah pelaku UKM. UKM saya, saya namakan Umega. Usaha Menambah Gaji. Karena gaji tidak cukup, makanya saya berusaha. Tapi yang perlu dicatat, tidak ada kata akan dalam kamus saya. Kalau mau usaha langsung lakukan. Kekurangan Modal, Pemasaran dan peralatan packing akan segera kita selesaikan. Ini saya bawa juga Kepala Dinas Koperasi Provinsi Riau," Ujar  Gafar dihadapan pelaku UKM.

Adapun wakil ketua Komite IV DPD RI, Budiono mengatakan bahwa Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia ingin melihat secara langsung sejauh mana pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Provinsi Riau.

Dimana dalam implementasi Undang-undang tersebut, ada beberapa kendala dalam pemberdayaan UMKM. Misalnya, masih adanya kesulitan UMKM memperoleh legalitas badan hukum dan mahalnya pengurusan legalitas usaha.

UMKM mengalami kesulitan dalam mengakses permodalan dan akses pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank.

Tata kelola usaha dan jangkauan pemasaran yang masih sangat terbatas; masih belum terlindunginya UMKM dari ekspansi korporasi besar, seperti masuknya minimarket yang secara langsung mengancam keberadaan usaha mikro dan kecil, masih banyaknya SDM UMKM yang kurang berkualitas sehingga secara otomatis mempengaruhi nilai tambah produk tata kelola usaha dan pemasaran yang kurang maksimal, dan Pemerintah masih kurang melindungi keberlangsungan UMKM.

"Dari sekian banyak aspek yang menjadi pengaturan dari UU Nomor 20 tahun 2008, yang paling banyak memperoleh perhatian publik adalah aspek pembiayaan dan penjaminan yang seringkali juga disebut dengan akses pembiayaan bagi UMKM. Karena itu kami memandang penting untuk melihat secara langsung mengenai pelayanan, pembinaan, dan pengembangan UMKM ini dari sisi pembiayaan. Aspek ini dipandang penting, karena dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menetapkan dan menjalankan kebijakan pembiayaan bagi UMKM melalui skema Kredit Usaha Rakyat atau KUR yang dimaksudkan agar kesulitan pemenuhan modal bagi UMKM dapat diminimalisir," kata Budiono kepada wartawan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement