REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh lintas agama menolak rencana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Mereka menilai, revisi UU KPK tidak untuk memperkuat lembaga KPK.
Imam Aziz, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) mengatakan, perang melawan korupsi sudah lama disuarakan oleh tokoh lintas agama. Namun, perjuangan pemberantasan korupsi tidak mudah.
"Musuh pemberantasan korupsi juga besar," ujar Imam, pada acara 'Diskusi Tokoh Lintas Agama: Misi Kerukunan Agama untuk Melawan Korupsi', di Gedung Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Ahad (21/2).
Kendati demikian, Imam menegaskan, perang melawan korupsi harus diperkuat. Imam menginginkan upaya pemberantasan korupsi tidak surut.
Agama, lanjutnya, wajib memberi dukungan secara moral. Sebab, hal tersebut sangat mungkin diperankan oleh agama dalam pemberantasan korupsi.
Pada Muktamar NU di Jombang yang berlangsung beberapa waktu lalu disepakati bahwa KPK harus diperkuat oleh siapapun terutama DPR. Sebab itu, NU menolak revisi UU KPK. "Karena jelas draft sangat melemahkan KPK," kata Imam.
Disamping itu, NU juga akan terus mensosialisasikan kepada masyarakat terkait pengertian korupsi. Sosialisasi akan digencarkan melalui dunia pendidikan.
Penolakan terhadap revisi UU KPK juga dinyatakan oleh Muhammadiyah. Pimpinan PP Muhammadiyah, Hajriyanto Tohari menuturkan kerja kultural dalam pemberantasan korupsi sangat penting.
Terkait hal ini, menurut Hajrianto, juga tidak perlu diperumit. Pasalnya, suatu rancangan UU merupakan hasil dari pembahasan bersama antara DPR, DPD, dan Presiden.
Dalam diskusi tersebut, seluruh perwakilan tokoh lintas agama antara lain dari Katolik, Konghuchu, Buddha, Hindu, Islam, dan MUI menyatakan sikap yang sama yaitu menolak revisi UU KPK.