REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Amerika Serikat dan Rusia menyepakati gencatan senjata terbaru untuk Suriah yang akan mulai berlaku Sabtu (27/2). Namun kesepakatan ini masih memerlukan persetujuan dari pemerintah dan pemberontak Suriah yang berperang.
Pengumuman datang setelah Presiden AS Barack Obama dan Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara melalui telepon pada Senin (22/2) terkait masalah ini.
Obama menyambut baik kesepakatan dalam sambungan teleponnya dengan Putin. Gedung Putih menekankan kuncinya adalah memastikan pemerintah dan oposisi Suriah setia menerapkan kesepakatan.
"Ini akan sulit dilaksanakan. Kami tahu ada banyak rintangan dan pasti akan ada kemunduran," ujar juru bicara Gedung Putih Josh Earnest.
Putin menyebut perjanjian sebagai kesempatan nyata terakhir untuk mengakhiri pertumpahan darah dan kekerasan bertahun-tahun di Suriah.
Berbicara di televisi Rusia, ia mengatakan Moskow akan bekerja sama dengan pemerintah Suriah. Ia juga berharap Washington akan melakukan hal yang sama dengan kelompok oposisi.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon juga menyambut kesepakatan. Ia menyebut ini sebagai sinyal yang telah ditunggu-tunggu sejak lama sebagai harapan bagi rakyat Suriah. Namun ia memperingatkan masih ada banyak pekerjaan di depan untuk dilakukan.
Baca juga, Saudi Siap Kirim Pasukan Darat ke Suriah.
Beberapa jam setelah kesepakatan diumumkan, Presiden Suriah Bashar al-Assad mengeluarkan dekrit pengaturan pemilihan parlemen pada 13 April. Sebelumnya resolusi Dewan Keamanan PBB pada Desember memang menyerukan pemilihan parlemen dan presiden selama masa transisi untuk mengakhiri konflik Suriah.
Pejabat Suriah mengatakan pemerintah siap mengambil bagian dalam gencatan senjata selama tak digunakan militan untuk memperkuat posisi mereka.