Jumat 18 Mar 2016 14:02 WIB

Menpan RB Datangi Gedung KPK

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi
Foto: Antara/Novrian Arbi
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi  (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi mendatangi KPK, Jumat (18/3). kedatangannya untuk mengklarifikasi data pejabat negara yang tidak menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Pertama, saya selaku pembantu presiden yang membidangi aparatur negara dan reformasi birokrasi ingin meminta klarifikasi atas pernyataan KPK mengenai pejabat-pejabat negara yang tidak melaporkan harta kekayaannya," kata Yuddy saat tiba di gedung KPK sekitar pukul 13.15 WIB.

Sebelumnya diketahui berdasarkan data KPK per 8 Maret 2016, terdapat 9.755 anggota DPR, DPD dan DPRD yang belum menyerahkan LHKPN atau 72,72 persen dari total wajib lapor. Sementara lembaga eksekutif ada 28,74 persen penyelenggara negara yang belum melapor, yudikatif sebesar 12,43 persen dan BUMN/BUMD sejumlah 20,76 peresen.

"Kedua, selaku bagian dari pemerintahan eksekutif, kami ingin lebih berkoordinasi dengan KPK. Ketiga, kami datang untuk membantu tugas-tugas KPK," ungkap Yuddy.

Namun Yuddy mengaku tidak memiliki data LHKPN versi pemerintah. "Justru (data) itu yang ingin kami tanyakan kepada KPK," tambah Yuddy.

Yuddy tercatat sebagai menteri pertama dari 34 menteri di dalam Kabinet Kerja yang menyerahkan LHKPN ke KPK yaitu pada 5 November 2014, beberapa hari setelah dilantik. Namun LHKPN yang diserahkan Yuddy pertama kalinya itu belum lengkap sehingga ia harus melengkapi ulang syarat-syarat yang diminta KPK.

Saat ini KPK juga sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang LHKPN yang mengisi ikut mengatur mengenai sanksi dan penyederhanaan format LHKPN. "Sekarang kita dorong ada PP yang mengatur sanksi administratif secara jelas. Naskah akademik sedang kami susun dan PP ini jadi bahan wajib bagi pejabat-pejabat publik untuk menyampaikan dan kalau tidak dilakukan ada sanksinya yang jelas misalnya potong gaji, penundaan kenaikan pangkat, atau sebagai syarat wajib untuk promosi. Sanksinya harus jelas kalau misal sanksi pidana tidak bisa," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan di gedung KPK Jakarta, Rabu (16/3).

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement